Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam Novel Perempuan di Titik Nol karya Nawal El Shaadawi

Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam Novel Perempuan di Titik Nol karya Nawal El Shaadawi

Oleh: Rezza Budhi Prasetyo
                                                                      2125154424 
               
Tuhan menciptakan perempuan lebih lemah dibandingkan laki-laki. Dan memang sudah merupakan kodratnya seperti itu. Namun bukan berarti laki-laki sebagai mahluk yang lebih kuat bisa berlaku semena-mena terhadap perempuan. Bahkan jaman dulu sekali, tepatnya Yunani Kuno menganggap bahwa perempuan adalah mahluk yang hina. Mereka hanya bertugas untuk melayani pria, baik itu pelayanan dapur maupun ranjang.
Di kota Athena dulu, perempuan merupakan warga kelas dua. Hak-hak mereka sangat dibatasi saat itu, bahkan para istri berada di bawah kendali suaminya dan hanya boleh keluar atas seijin suaminya. Dalam berdemokrasi, perempuan tidak memperoleh hak suara[1].
Hal itu berlanjut hingga saat ini, walaupun sudah sangat berkurang namun di beberapa negara masih terasa diskriminasi terhadap perempuan. Perempuan acap kali menjadi objek pelampiasan oleh laki-laki baik itu secara seksual maupun kekerasan. Banyak sekali kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Lebih tepatnya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Di beberapa kasus bahkan sampai ada yang meninggal karena hal-hal sepele. Salah satu kasus yang baru-baru ini adalah meninggalnya dr.Letty yang ditempak suaminya hingga 6 kali lantaran ia menggugat cerai suaminya.
Pada tahun 1983, Nawal El Shaadawi meluncurkan novel yang berjudul Firdaus, Women at Point Zero (Perempuan di Titik Nol) yang baru diterjemahkan dalam bahasa Indonesia tahun 1989. Novel ini mengungkapkan bagaimana seorang perempuan bertahan hidup di negara yang sangat mendiskriminasi perempuan, apalagi perempuan miskin.
Tokoh utamanya adalah Firdaus, perempuan miskin yang entah siapa ayahnya ia dijual pamannya untuk menikahi seorang lelaki kaya berumur lebih dari 60 tahun saat ia berumur sekitar 19 tahun. Ia kabur dari suaminya dan hidup sebagai pelacur. Novel ini banyak menggambarkan dominasi patriarkhi. Dalam novel ini, laki-laki digambarkan sebagai sosok yang licik, kasar, dan egois. bahkan ada beberapa laki-laki yang tidak menghormati perempuan.
Firdaus anak perempuan yang tinggal di sebuah kota di Mesir. Ia hidup dalam lingkungan keluarga dimana selalu melakukan KDRT, baik ayah maupun ibunya. Hal ini bisa di lihat pada halaman 18 paragraf akhir sampai 19 paragraf awal, ada adegan saat Firdaus bertanya kepada ibunya, ibunya marah dan memukulnya.
Apa sebabnya Ibu sampai melahirkan saya tanpa seorang ayah? Mula-mula ia memukul saya. Kemudian ia membawa seorang wanita yang membawa sebilah pisau kecil atau barangkali pisau cukur. Mereka memotong secuil daging di antara kedua paha saya.

Walau begitu, sang ibu juga acap kali mendapat perlakuan kasar dari sang ayah. Dan pada kutipan ini juga membuktikan bahwa seorang laki-laki lebih baik daripada seorang perempuan.
Jika salah satu anak perempuannya mati, Ayah akanmenyantap makan malamnya, Ibu akan membasuh kakinya,dan kemudian ia akan pergi tidur, seperti ia lakukan setiap
malam. Apabila yang mati itu seorang anak laki-Iaki, ia akanmemukul Ibu, kemudian makan malam dan merebahkan diri untuk tidur.

Dalam kutipan tersebut secara tersirat kita bisa mendapat kesimpulan bahwa memiliki anak laki-laki merupakan hal yang baik sehingga harus dijaga, sedangkan anak perempuan merupakan beban. Jadi, jika seorang anak perempuan itu mati, sang ayah tidak peduli sama sekali.

Ayah juga terkadang memukul ibu tanpa sebab hanya untuk menenangkan dirinya sendiri. Seperti pada kutipan berikut:

Suaranya rendah, dengan bunyi agak serak yang mengi ngatkan saya kepada ayah saya. Setelah selesai menyantap makanan dan memukul Ibu lalu setelah tenang kembali, Ayah akan bertanya kepada saya: (hal 66)

Kekerasan dalam rumah tangga dalam novel ini juga digambarkan dari perempuan ke perempuan dengan catatan, yang melakukan kekerasan derajatnya atau statusnya lebih tinggi daripada korbannya, kita sudah melihat kutipan bagaimana si Ibu melakukan kekerasan terhadap  Firdaus. Namun selain dari Ibu, Firdaus juga mendapat kekerasan secara fisik dari tantenya. Ia pun tak bisa melawan karena ia menumpang tinggal bersama paman dan tantenya.

Pada suatu malam yang dingin saya katakan kepadanya untuk tidur bersama saya di atas tempat tidur, tetapi ketika isteri paman saya memasuki kamar dan melihat kami berdua, dia memukulnya. Kemudian ia pun memukul saya.

Adegan ini terjadi saat musim dingin, Firdaus tidur sekamar dengan pembantu pamannya. Namun  pembantunya ini tidur di lantai sedangkan Firdaus tidur diatas dipan kayu. Namun sang Tante tidak menyukai mereka berdua dan mengaiaya mereka.

Penganiayaan terus dialami Firdaus, bahkan setelah ia lulus sekolah menengah dan dijual oleh pamannya kepada seorang kaya raya bernama Syekh Mahmoud. Syekh Mahmoud walaupun kaya dia ini sangat hemat bahkan bisa dibilang pelit. Dia bahkan sangat tidak menyukai jika ada sisa makanan dalam piring saat makan. Menurutnya hal tersebut merupakan pemborosan. Ya penganiayaan pertama yang dialami Firdaus setelah menjadi istrinya adalah saat Syekh Mahmoud menemukan sisa makanan dalam piring Firdaus.

Suatu hari ia menemukan sisa makanan, dan ia mulaiberteriak-teriak begitu kerasnya, sehingga semua tetangga dapat mendengar. Setelah peristiwa itu, ia mempunyai kebiasaan untuk memukul saya, apakah dia mempunyai alasan ataupun tidak. (hal. 63)

Pukulan demi pukulan terus dilakukan Syekh terhadap Firdaus. Bahkan suatu ketika Syekh Mahmoud tidak menggunakan tangan kosong, melainkan dengan sepatunya itu. Tentu saja peristiwa itu membuat tubuh Firdaus lebam-lebam.

Pada suatu peristiwa dia memukul seluruh badan saya dengan sepatunya. Muka dan badan saya menjadi bengkak dan memar. (hal 63)

Dan juga pada halaman berikutnya

Suatu hari dia memukul saya dengan tongkatnya yang berat sampai darah keluar dari hidung dan telinga saya. Lalu saya pergi, tetapi kali ini saya tidak pergi ke rumah Paman. (hal 64)

Dan mungkin pada jaman itu, kekerasan terhadap perempuan dianggap lumrah pada jaman itu. Sehingga saat Firdaus mengadu kepada pamannya, pamannya justru menganggap itu hal yang biasa dilakukan suami terhadap istri. Dan pamannya berdalih hal itu dilakukan karena dibolehkan agama. Seperti pada kutipan berikut:

Lalu saya tinggalkan rumah dan pergi ke rumah Paman. Tetapi Paman mengatakan kepada saya bahwa semua suami memukul isterinya, dan isterinya menambahkan bahwa suaminya pun seringkali memukulnya. Saya katakan, banwa Paman adalah seorang syeikh yang terhormat, terpelajar dalam hal ajaran agama, dan dia, karena itu, tak mungkin memiliki kebiasaan memukul isterinya. Dia menjawab, bahwa justru laki-Iaki yang memahami agama itulah yang suka memukul isterinya. Aturan agama mengijinkan untuk melakukan hukuman itu. Seorang isteri yang bijak tidak layak mengeluh tentang suaminya. Kewajibannya ialah kepatuhan yang sempurna. (hal 63)

Sampai akhirnya Firdaus tak tahan dengan perkawinannya dan melarikan diri, hidup sebagai pelacur yang sukses. Saat hidup di jalanan dia sama sekali tidak terikat dengan status seperti perkawinan dan sebagainya. Sampai suatu saat ada seorang germo yang mengancamnya dan hendak membunuhnya, namun Firdaus membela dirinya sehingga justru germo tersebutlah yang terbunuh.

Sebenarnya masih banyak lagi contoh kekerasan terhadap perempuan dalam novel ini, namun karena fokus terhadap tulisan ini adalah KDRT-nya, maka saya hanya mengambil contoh kasus kekerasan dalam rumah tangganya.

Dan bisa dilihat, kekerasan dalam rumah tangga dalam novel ini lebih banyak dilakukan laki-laki terhadap wanita. Hal ini menunjukan sebuah dominasi patriarkhi dimana laki-laki lebih berkuasa dan wanita harus tunduk terhadap laki-lakinya.

Novel Perempuan di Titik Nol ini ditulis berdasarkan kisah nyata. Ditulis pada tahun 1983, saat mesir masih mendiskriminasi perempuan. Novel ini menggebrak dunia dan membuka mata dunia akan kekejaman terhadap perempuan. Dimana saat itu perempuan tidak diperbolehkan mengenyam pendidikan di universitas dan tidak diperkenankan memperoleh kedudukan dalam kepemerintahan.

Relevansinya pada masa kini adalah, masih sangat kurangnya kesadaran para suami agar menahan dirinya untuk tidak menyakiti perempuan. Karena sampai saat ini di Indonesia sendiri banyak kasus KDRT yang bahkan sampai merenggut nyawa.

Perempuan “diekspor” keluar negeri sebagai TKW yang bahkan belum tentu ia mendapat pekerjaan yang layak. Beruntung kalau ia mendapatkan majikan  yang baik hati. Kalau tidak, bisa-bisa ia menjadi pelampiasan amarah majikannya. Tak hanya itu, bahkan beberapa TKW di perkosa hingga hamil dan pulang ke Indonesia dengan berbadan dua. Beberapa tahun silam seorang TKW asal Indonesia terancam di hukum gantung lantaran membunuh majikannya yang hendak membunuhnya.

Tentu saja, masa kini lebih baik dibanding beberapa abad silam. Karena pada jaman milenial ini, perempuan masih diberikan hak untuk mengenyam pendidikan yang layak dan memiliki hak bersuara dalam pemilihan.

Bisa dikatakan, novel Perempuan di Titik Nol ini benar-benar menceritakan tentang kisah seorang perempuan yang memang berada pada titik Nol hidupnya. Lalu perlahan-lahan merangkak mencari jati dirinya agar jadi perempuan terhormat. Dari pelacur kelas bawah sampai jadi pelacur kelas atas.


Namun sayang, pada jaman sekarang justru perempuan khususnya ABG banyak yang neko-neko. disaat Firdaus yang merupakan seorang perempuan membongkar kebusukan kaum laki-laki. Justru perempuan saat ini banyak yang “menggratiskan” tubuhnya hanya demi cinta sesaat.

Sedangkan Firdaus yang seorang pelacur, ia selalu menawarkan harga tinggi untuk dirinya. Ya Firdaus ini adalah perempuan yang meliki harga diri yang tinggi walaupun seorang pelacur. Tapi, jauh didalam dirinya ia ingin menjadi wanita terhormat. Satu hal yang bisa diambil dari pribadi Firdaus adalah: jadilah perempuan yang mahal agar kau tidak dipandang murah.

Dan terkahir, Novel ini menjelaskan  kekerasan dalam rumah tangga justru bukan berdampak buruk. Adegan KDRT dalam novel ini seperti berkata kepada saya “Perempuan bukanlah suatu barang yang dengan mudahnya kau hajar atau kau rusak. Lindungi dan cintai maka ia akan melindungi dan mencintaimu.”

Jakarta, 26 Desember 2017


Referensi

El-Shaadawi, Nawal. 2003. Perempuan di Titik Nol. Terjemahan Amir Sutaarga. Jakarta:  Yayasan Obor Indonesia



[1]  Dimas Muharram dalam Pengkerdilan Peran Perempuan dalam Pemikiran Yunani  di https://www.dimasmuharam.info/pengkerdilan-perempuan-dalam-pemikiran-yunani-150/2/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEMIOTIKA MAKNA PADA LIRIK LAGU MANUSIA KUAT – TULUS

DESKRIPSI WARNA PADA IKON LAYANAN ON-DEMAND GO-RIDE, GO-CAR, GO-FOOD PADA APLIKASI GO-JEK

Ikon, Indeks, dan Simbol Dalam Lambang Centang: Kajian Semiotika