Konflk Sosial pada Novel Daerah Salju Karya Yasunari Kawabata dengan Novel KEI
Konflk Sosial pada Novel Daerah Salju Karya Yasunari Kawabata dengan Novel KEI Karya Erni Aladjai
Alesandro Septian Maldini
FBS Universitas Negeri Jakarta
Surel : septian.alesandro@gmail.com
ABSTRAK
Kajian sastra tidak terlepas dari suatu sosial. Konflik sosial dari seluruh negeri ini sangat banyak ragamnya. Dalam satu daerah tertentu terdapat nilai konflik nya. Penelitian ini mencoba menjelaskan Konflik Sosial pada novel Daerah Salju karya Yasunari Kawabata dengan Novel KEI karya Erni Aladjai. Kedua novel ini memiliki latar tempat yang berbeda, dan juga dengan sosial yang berbeda. Novel Daerah Salju memiliki latar tempat di Jepang sedangkan Novel KEI terdapat di Kota Makassar. Rumusan masalah kedua novel ini yaitu Apa konflik sosial dari kedua novel tersebut?. Dimanakah latar tempat dari novel tersebut.
Kata Kunci: Konflik Sosial, latar tempat, tokoh,Daerah Salju, Makassar.
PENDAHULUAN
Karya sastra merupakan sebuah karya yang imajinatif yang melibatkan intuisi pengarang, dimana dalam sebuah karya itu terdapat sebuah pesan tersirat yang ingin disampaikan pengarang lewat karya sastra. Pesan tersebut dapat berupa pesan moral yang dapat mempengaruhi jiwa pembacanya, tergantung kegelisahan dalam diri pengarang yang mana pengarang ingin menyampaikan keadaan yang dialami biasanya dapat berupa aspek sosial, ekonomi, budaya, psikologi bahkan gender.
Novel Daerah Salju karangan Kawabata menceritakan tentang daerah salju yang selalu dingin, Shimamura bertemu Komako, seorang geisha yang pipinya sewarna angsa yang baru dibului. Tanpa ia sadari, Shimamura tahu Komako tengah jatuh cinta padanya, begitu pulasebaliknya. Keduanya berusaha menemukan pembenaran atas cinta mereka, hingga akhirnya menyerah dan menyadari kalau cinta mereka telah gagal sejak kali pertama mereka bertemu.
Dalam sinopsis yang dikemukakan Snow Country oleh Yukigumi dinyatakan bahwa Daerah Salju adalah sebuah master piece karya pengarang roman dari Jepang peraih penghargaan Nobel Sastra, Yusunari Kawabata. Sebuah haiku yang panjang, indah dan bermakna di hampir setiap kata-katanya. Kawabata mampu menjelmakan keindahan kebudayaan dan mitologi Jepang dalam novelnya ini.
Dalam novel ini sajian yang kental di berikan adalah teori atau pendekatan new historicism menempatkan sastrawan pada posisi atau kedudukan yang terhormat. Karena, sastrawan terlibat langsung dalam proses perkembangan kebudayaan suatu bangsa. Sastrawan ikut mengkonstruksi budaya suatu masyarakat melalui karya sastranya. Ide atau gagasan sastrawan yang dituangkan dalam karya sastra bisa mempengaruhi opini publik. Dengan demikian, disadari atau tidak, sastrawan ikut bertanggung jawab atas karya-karyanya yang menjadi konsumsi masyarakat pembaca (Asep Samboja, 2009).
Sedangkan novel KEI menceritakan tanah Kei, berada di Maluku Tenggara. Pulai kecil yang terletak di antara Laut Banda dan Laut Arafuru. Penduduknya sangat menjunjung tinggi adat sehingga tidak membeda-bedakan apakah mereka muslim atau protestan. Semua penduduk Kei berasal dari satu leluhur, hendaknya saling menghormati, karena begitulah hukum adat Kei.
Namun rupanya kerusuhan pun sampai juga ke tanah Kei. Entah siapa yang memprovokasi dan sekali konflik dimulai, maka tidak akan berhenti. Karena satu desa dengan desa lainnya terus ingin membalas dendam sehingga terbentuk lingkaran setan yang tidak ada habisnya.
Namira, seorang gadis muslim kehilangan kedua orangtuanya dalam kerusuhan. Ia diselamatkan oleh orang-orang ketika konflik terjadi dan terpaksa tinggal di penampungan. Disana ia bertemu dengan seorang pemuda protestan bernama Sala yang lembut hatinya. Ia juga kehilangan keluarga satu-satunya, sang Ibu, ketika desanya habis dibantai perusuh. Namun dengan hatinya damai dan penuh belas kasih, ia tidak sedikit pun berniat membalas dendam seperti saudara sedesanya yang lain. Ketika bertemu Namira, Sala jatuh cinta. Mereka saling menjaga dan bersama-sama membantu para pengungsi.
Keseluruhan novel ini sendiri sangat kental dengan adat budaya Kei. Saya tidak meragukan riset mendalam yang dilakukan Erni Aladjai dalam proses menulis buku ini. Hukum adat Kei dibahas dengan mendetail dalam setiap deskripsi untuk menjelaskan keadaan yang sedang terjadi. Sebagaimana di awal bab sudah dijelaskan panjang lebar tentang ritual Tutup Sasi. Kemudian petuah-petuah yang menggambarkan betapa damainya hukum adat Kei itu.
METODE
Penelitan ini memfokuskan terhadap konflik sosial yang terdapat pada novel KEI karya Erni Aladjai dan Daerah Salju karya Yasunari Kawabata.dan menceritakan seorang pelayan dan menceritakan perperangan
Penelitian ini memfokuskan dua pengarang yang ditulis dengan latar tempat dan konflik yang berbeda. Karya yang di pilih yaitu Novel KEI karya Erni aladjai dan Novel Daerah Salju Karya Yasunari Kawabata.
PEMBAHASAN
Konflik Sosial Novel Daerah Salju dan Novel KEI
Shimamura tidak memilki pekerjaan yang tetap dan suka menulis dalam bulu harian serta menulis roman. Hal ini tidak sesuai dengan kehidupan sosial di Jepang yang merupakan individu pekerja keras serta pantang menyerah. Konflik sosial terjad akibattidak kesesuaian dengan kehidupan yang harus dijalani masyarakat pada umumnya. Kehidupan parasit sangat dibenci di Jepang. Perhatikan kutipan berikut ini.
Cerita wanita itu mengenai roman, rupanya todak bersangkut paut dengan istilah kesusastraan yang dipakai sehari-hari. Rupanya selain untuk bertukar-tukaran majalah waniota dengan penduduk kampung, ia tidak memilki persahabatan dengan mereka, sehingga ia membaca seorang diri saja (Kawabata, hlm. 63).
Shimamura juga terjebak dalam rasa sentimental yang mendala bahwa suartu usaha yang sia-sia (Kawabata,hlm. 64).
Yang di luar dugaan lebih mengejutkan Shimamura dari ceritanya mengenai catatan harian, ialah kenyataan yang didengarnya bahwa wanita itu mencatat semuia roman yang di bacanya sejak berumur lima belas tahun atau enam belas tahun dan buku catatannya sudah mencapai sepuluh jilid (Kawabata hlm. 62).
Sedangkan di Novel KEI konflik nya yaitu kerusuhan di ambon memakan waktu tiga tahun sedangkan di kei hanya berlangsung dari bulan Mei hingga Juni.Hukum adat dan ajaran leluhur Keilah yang telah menimbulkan konflik orang – orang diana. Hukum adat telah membawa rekonsiliasi di sana, Diceritakan bahwa dari seluruh wilayah Maluku, kepulauan Kei adalah daerah terakhir yang terkena imbas kerusuhan Ambon, yang justru mengalami masa pemulihan paling cepat, yaitu sekitar 3 bulan dari bulan Maret hingga Juli 1999. Penulis mengklaim bahwa salah satu faktor yang memungkinkan perdamaian antar pemeluk agama adalah hukum adat Kei.
Hukum adat inilah yang menjadi identitas masyarakat kepulauan Kei. Bahkan salah satu bunyinya, mengingatkan saya pada konsep Bhineka Tunggal Ika yang sekarang hanya terasa sekedar wacana.
“Kita adalah telur-telur yang berasal dari ikan yang sama dan seekor burung yang sama pula” – Pepatah Adat Kei.
DAFTAR PUSTAKA
Endraswara, Suwardi. 2011. Metode Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta: Bukupop.
Kawabata, Yasunari. 2016. Daerah Salju. Jakarta: KPG.
Aladjai, Erni. 2013. KEI. Jakarta: KPG.
Komentar
Posting Komentar