Perwujudan Hegemoni Patriarki dalam Novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal El-Saadawi dengan Film Fifty Shades of Grey Sutradara Sam Taylor-Johnson
UJIAN AKHIR SEMESTER
Oleh:
Adi Apria Akbar Setiabudi
Media
adalah alat yang memegang peranan dalam melanggengkan atau memutuskan budaya
patriarki. Media itu sendiri berfungsi untuk memberikan gagasan atau pemikiran
mengenai bagaimana perempuan itu dipandang dalam sistem tatanan masyarakat yang
menyangkut strata sosial. Novel dan film merupakan contoh media yang dapat
diterima oleh masyarakat dengan cepat. Apabila yang memegang peranan media itu
ialah seorang laki-laki, maka besar kemungkinan laki-laki itu akan menyebarkan
ideologi patriarki melalui media yang ia pegang namun berbeda jika peranan
media itu dipegang oleh perempuan. Intinya subjektifitas masih belum dapat
terpecahkan dan selalu saja ada pihak yang merasa dirinya ingin menjadi
superior khususnya laki-laki.
Imbas
dari kebobrokan budaya patriarki itu sendiri ialah perempuan. Perempuan
seringkali dianggap sebagai kaum yang lemah, kaum yang hidupnya bergantung
kepada lelaki, kaum yang sering mendapat pelecehan dan kekerasan baik berbentuk
verbal maupun seksual. Sepertinya, narasi-narasi tentang lemahnya kaum
perempuan telah tertanam pada pola pikir manusia sejak dahulu.
Di
Jawa sangat terkenal sekali dengan filosofi 3 M yang erat kaitannya dengan
perempuan. Filosofi itu sendiri memiliki artian: masak (memasak), macak (dandan), manak (beranak). Dapat diartikan
bahwa kehidupan wanita itu hanya mentok di rumah saja. Terlihat sekali betapa
terbatasnya pergerakan perempuan dalam sistem tatanan masyarakat sosial seperti
politik, adat, dll. Bahkan dalam agama Islam juga disebutkan bahwa tugas
seorang istri adalah melayani suami dengan sepenuh dan sepatuhnya. Apabila
istri melanggar maka akan mendapat dosa. Narasi dalam kitab itu sepertinya juga
dipakai oleh laki-laki untuk membenarkan ideologi patriarkinya untuk
menundukkan kaum perempuan.
Nawal
El-Saadawi dalam novel Perempuan di Titik
Nol berkata bahwa menikah adalah perbudakan secara tidak langsung. Sontak
pernyataan dari aktivis feminisme di Mesir itu mendapatkan banyak kecaman dan
rekasi keras dari publik di Mesir. Namun ada benarnya juga apabila berumah
tangga, sang suami juga harus memperlakukan istri dengan sebaik-baiknya dengan
memberikan hak-hak kaum perempuan juga.
Untuk
saat ini khususnya di era modern, pandangan kaum laki-laki tentang perempuan
sepertinya sudah agak bergeser. Keberadaan kaum perempuan sudah diterima dengan
tangan terbuka oleh publik. Saya mengamati bahwa ketika saya menaiki kendaraan
atau transportasi umum khususnya KRL atau transjakarta, saya mendapati fakta
bahwa mereka (kaum laki-laki) memilih berdiri dan memberikan kursi yang ia
duduki untuk kaum perempuan. Dari contoh kecil ini sudah tampak sekali
perlakuan kaum laki-laki terhadap perempuan di masa sekarang di mana kaum
laki-laki sudah bisa memprioritaskan hak-hak kaum perempuan.
Kembali
ke topik pembahasan, saya akan mengulas perwujudan hegemoni patriarki yang terdapat
pada novel Perempuan di Titik Nol
karya Nawal El-Shadawi dan film Fifty
Shades of Grey yang disutradarai Sam Taylor-Johnson. Dalam pengkajiannya,
saya akan menggunakan teori kritik sastra feminis. Saya memilih dua karangan
tersebut karena terdapat relevansi yang membelenggu terhadap kaum perempuan,
belenggu itu sendiri tak lain adalah konsep patriarki.
Salah
satu hal yang menarik dari hadirnya pengarang novel PTN adalah ia merupakan
seorang tokoh feminisme dari Mesir yang lewat karyanya ini berhasil membuka
mata dunia dan novel ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Mochtar
Lubis pun mengakui bahwa karya ini merupakan tulisan yang sangat dahsyat
sehingga dapat mengguncangkan pandangan laki-laki terhadap kamu perempuan.
Menurut saya, karya ini merupakan suatu karya yang adiluhung. Novel ini
termasuk salah satu rekomendasi dari pak Saifur yang mengajar sastra dunia di
UNJ untuk dibaca oleh para mahasiswanya.
Di
Indonesia sendiri saat ini banyak penulis-penulis perempuan yang bermunculan
dan menggunakan tema yang serupa, salah satunya ialah Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy. Namun bagi
saya, Nawal ialah pencetus semakin berkembangnya gerakan feminis di Arab dan
dunia. Sementara film FSG adalah adaptasi dari novel yang berjudul Fifty Shades of Grey karya E. L. James
yang juga menitikberatkan bagaimana perempuan seringkali mendapatkan perlakuan
yang tidak adil dan hanya dianggap sebagai objek dari laki-laki yang memiliki
peranan dominan.
Tokoh
perempuan pada kedua cerita tersebut selalu mendapatkan kekerasan. Kekerasan
berarti segala hal yang menimbulkan luka baik secara fisik maupun psikologis.
Jenis kekerasan yang dipahami di sini ialah kekerasan fisik, psikis, seksual,
serta ekonomi.
Hegemoni
secara umum dapat diartikan sebagai dominasi atau kekuasaan terhadap suatu kaum
sedangkan patriarki adalah prilaku mengutamakan laki-laki daripada perempuan
dalam masyarakat atau kelompok sosial. Jadi, secara singkat hegemoni patriarki
adalah dominasi laki-laki terhadap kaum perempuan dalam pola kehidupan
masyrakat menyangkut jabatan atau status di lingkungan sosial.
Pendekatan
feminisme atau sering disebut kritik sastra feminis merupakan sebuah pendekatan
yang menitikberatkan pada persoalan perempuan, yaitu metihat sesuatu dari sudut
pandang perempuan. Sebab, hampir semua pendekatan dan teori yang ada dibangun
dari sudut pandang laki-laki karena merekalah yang banyak berkiprah. Apapun yang
ada dalam kenyataan maupun dalam karya sastra selalu dilihat dari sudut laki-laki,
sedangkan posisi perempuan hanya muncul ketika kaum laki-laki itu berinteraksi
dengan kaum perempuan. Posisi perempuan selalu ditempatkan sebagai objek bukan
sebagai subjek sehingga perempuan pun selatu diposisikan sebagai makhluk
inferior dan laki-lakilah yang menjadi superiornya (Setden, 1993: 135-155).
Berikut
ini akan saya paparkan sedikit sinopsis singkat novel PTN dan film FSG beserta
pembahasannya.
a.
Novel Perempuan di
Titik Nol karya Nawal El-Shaadawi
Novel
PTN mengisahkan tentang seorang Firdaus, ia adalah tersangka pembunuhan seorang
germo dan telah divonis hukuman mati. Ia bercerita dari awal ia hidup dengan
keluarganya. Ayahnya sering memperlakukannya dengan kasar dan bengis.
Seringkali ia sendiri tidak dapat jatah makan, namun berbeda dengan ayahnya
yang selalu disediakan makan oleh ibunya. Firdaus memasuki sekolah dasar ketika
ayahya meninggal dan ia dibawa ke Kairo oleh pamannya ketika ibunya meninggal.
Firdaus
kemudian tinggal dengan pamannya, seringkali ia mendapatkan pelecehan seksual
yang ia rasakan namun Firdaus sendiri belum paham akan kenikmatan itu. Pamannya
sendiri adalah mahasiswa di el Azhar. Ketika paman Firdaus sudah menikah, ia
seringkali mendapat perlakuan yang kasar dari pamannya. Setelah itu Firdaus
dipindahkan ke asrama sekolah menengah. Di situ Firdaus memiliki sahabat
bernama Wafeya yang selalu menjadi temannya untuk bercerita. Dia juga mengenal
nona Iqbal yang sangat baik padanya dan mendampingi Firdaus untuk menuju ke
depan mimbar menemui kepala sekolah ketika merayakan kelulusan dan dia terpilih
sebagai siswa terbaik.
Setelah
lulus kemudian ia kembali ke rumah pamannya, di rumah pamannya itu ia dianggap
menambah jumlah pengeluaran keluarga pamannya sehingga paman dan istrinya
menikahkan dia dengan seorang Syeikh Mahmoud yang tergolong orang kaya. Ia
tidak merasa bahagia ketika telah menikah dengan Syeikh Mahmoud, ia sering
mendapat perlakuan kasar. Ia kemudian memutuskan untuk hidup di jalan.
Ketika
ia tiba di depan kedai kopi dengan banyak luka memar, ia dibantu oleh Bayoumi.
Bayoumi mengijinkan untuk tinggal di flatnya. Keesokan harinya Firdaus berkata
bahwa ia ingin bekerja dan tidak bisa terus-terusan tinggal di sini. Ia lantas
dipukul dan diperkosa olehnya. Ia dikurung dan diperkosa oleh temannya. Suatu
hari tetangga melihatnya sedang menangis lalu Firdaus meminta tetangga itu
untuk memanggilkan tukang kayu guna membuka pintu.
Singkat
cerita ia bertemu dengan mucikari yang menjualnya kepada pria hidung belang.
Seorang pria yang bernama Fawzi hendak menikahinya namun tidak diizinkan oleh
Sharifa, orang yang mempekerjakan Firdaus sebagai pelacur. Keesokan harinya ia
meninggalkan rumah Sharifa dan kembali ke jalan raya.
Firdaus
melamar pekerjaan di sebuah perusahaan. Ia diterima dan bekerja selamat tiga
tahun di perusahaan itu. selama di perusahaan ia selalu mendapatkan perlakuan
yang sangat mulia bahkan dari pihak eksekutif perusahaan tersebut. ia merasa
bahwa menjadi pelacur membuatnya dipandang lebih hormat. Banyak eksekutif yang
ingin menyewanya jasa dirinya namun semua itu ia tolak. Suatu hari ia mengenal
Ibrahim, ia jatuh cinta padanya begitu pun Ibrahim. Ia patah hati ketika
mendengar Ibrahim telah bertunangan dan memutuskan untuk keluar dari
perusahaan.
Firdaus
menjadi pelacur lagi, namun bukan sembarang pelacur. Ia merupakan pelacur yang
berkelas tinggi. Ia menolak semua bayaran murah terhadap dirinya. Ia memiliki
apartemen mewah. Suatu hari Firdaus didatangi oleh Germo yang mengaku sebagai
pelindung dirinya dari jeratan hukum. Germo itu meminta pembagian hasil yang
telah didapat dari Firdaus. Ia menolak dan membuat Germo itu marah. Ketika
germo itu mengelurkan pisau hendak mengancam Firdaus, Firdaus terlebih dahulu
mengambilnya dan menikam berkali-kali ke tubuh Germo tersebut.
Firdaus
meninggalkan apartemen dan kembali hidup di jalan. Ia kemudian bertemu seorang pangeran
yang membayarnya dengan sangat mahal. Ia bercerita kepada pangeran bahwa ia
telah membunuh seorang lelaki, namun pangeran tidak percaya. Firdaus lantas
menamparkan wajah pangeran, pangeran pun ketakutan kemudian berteriak sampai-sampai polisi datang. Pangeran berkata
kepada polisi untuk tidak melepaskan Firdaus karena ia seorang penjahat.
Ia
divonis hukuman mati. Ketika ia diberi kesempatan grasi untuk hukumannya, ia
menolak dan beranggapan bahwa sekarang tiada lagi yang ditakuti. Ia lebih suka
mati karena kejahatan yang ia lakukan daripada mati untuk kejahatan yang mereka
lakukan.
b.
Sinopsis film FSG
Film
ini merupakan adaptasi dari novel yang laris karangan E. L. James. Film ini
bercerita tentang seorang mahasiswi cantik dan pintar bernama Ana yang jatuh
cinta kepada Grey. Grey bisa dikatakan sebagai bos perusahaan besar, ia
memiliki karakter yang sensual, karismatik, dan dominan.
Dalam
hubungannya itu, Grey membuat perjanjian rahasia. Ana selalu diberikan hadiah
karena perangai yang baiknya. Ia diberikan laptop dan mobil baru. Hubungan
mereka lebih dekat setelah Ana wisuda. Saat makan malam, Ana mengatakan bahwa
ia akan mengunjungi ibunya di Georgia. Ia juga mengatakan bahwa ia ingin
memiliki hubungan yang romantis bukan hubungan satu arah seperti yang dilakukan
Grey.
Ana
kemudian kembali ke Seattle, mereka berdua terus berhubungan dengan berbagai
eksperimen seksual yang dilakukan oleh Grey. Suatu hari Ana melanggar
perjanjian dan meminta Grey untuk menghukum dirinya. Maka Grey menghukum Ana
dengan mencambuk pantatnya dan menyuruh Ana menghitung cambukan itu sebanyak
enam kali. Meski telah selesai melakukan hukumannya, Ana nampak gusar. Harapan
itu ternyata jauh sekali dari bayang-bayang romantis. Ana hanya dijadikan objek
kepuasan seksual oleh Grey sehingga Ana memutuskan untuk meninggalkan Grey.
c.
Hegemoni patriarki
sebagai belenggu kaum perempuan
Sistem
patriarki terlihat sangat gamblang pada kedua cerita tersebut. Di dalam kedua
cerita itu, perempuanlah yang menjadi objek singularis dari kaum laki-laki.
Perempuan dituntut untuk mengikuti segala perintah dan titah dari laki-laki.
Tampak sekali bahwa pada kedua cerita tersebut, perempuan sama sekali belum
mendapatkan hak-hak utamanya, sebut saja kasih sayang dan perlakuan yang adil.
Pada
novel Perempuan di Titik Nol (PTN),
Firdaus mendapatkan sistem patriarki dari seorang ayahnya yang kemudian
berlanjut ke pamannya. Sistem patriarki ini sudah mengakar semenjak Firdaus
tinggal bersama keluarganya. Pernyataan ini dapat dibuktikan dengan kutipan
sebagai berikut:
“Jika
salah satu anak perempuannya mati, Ayah akan menyantap makan malamnya, Ibu akan
membasuh kakinya, dan kemudian ia akan pergi tidur, seperti ia lakukan setiap
malam. Apabila yang mati itu seorang laki-laki, ia akan memukul Ibu, kemudian
makan malam dan merebahkan diri untuk tidur.” (hal. 26)
“Ayah
tak akan pergi tidur tanpa makan malam lebih dulu apapun yang terjadi.
kadang-kadang apabila tak ada makanan di rumah, kami semua akan pergi tidur
dengan perut kosong. Tetapi dia selalu memperoleh makanan. Ibu akan menyembunyikan
makanannya dari kami di dasar sebuah lubang tungku. Pada suatu malam saya
memberanikan diri untuk mengulurkan tangan ke arah piringnya, tetapi ia memberi
sebuha pukulan yang keras pada punggung dan jari-jari saya.” (hal. 26)
Terlihat
sekali bagaimana perempuan menjadi objek atau sasaran kekerasan yang dilakukan
oleh pihak laki-laki. Sedangkan laki-laki menjadi pihak yang superior dan
selalu ingin menang. Dalam kutipan di atas, sistem patriarki telah menciptakan
unsur kekerasan fisik bagi kaum perempuan khususnya kekerasan dalam rumah
tangga. Laki-laki memiliki kekuasaan yang absolut terhadap perempuan dan tidak
memandang apakah itu anak kandung sendiri. Sementara perempuan tidak lebih
hanya dijadikan sebagai seorang pelayan.
Firdaus
juga mendapatkan perlakuan patriarki dari pamannya, ia dijadikan sasaran
kepuasan batin atau seksual, sasaran kekerasan fisik, kekerasan psikis, dan ia
dijual ke orang yang kaya guna meringankan perekonomian pamannya yang telah
beristri. Pernyataaan ini dapat dibuktikan dengan kutipan berikut:
“Galabeya saya acapkali menggelosor
sehingga paha saya terbuka, tetapi tidak saya perhatikan, sampai pada suatu
saat tangan paman saya pelan-pelan bergerak dari balik buku yang sedang ia baca
menyentuh kaki saya. Saat berikutnya saya dapat merasakan tangan itu
menjelajahi kaki saya sampai paha dengan gerakan yang gemetaran dan sangat
berhati-hati.” (hal. 20)
“Waktu
musim liburan telah usai, paman akan akan menunggang keledai, dan berangkatlah
ia menuju stasiun kereta api Delta. Saya mengikutinya di belakang sambil
membawa keranjang yang besar, penuh dengan telur, keju dan bermacam-macam roti,
ditutup oleh buku-buku dan pakaiannya. “ (hal. 21)
“Apakah yang akan kau perbuat di Kairo,
Firdaus?”
Lalu
saya menjawab: “saya ingin ke el Azhar dan
belajar seperti Paman.”
“Kemudian
ia tertawa dan menjelaskan bahwa el Azhar hanya untuk kaum pria saja. Lalu saya
menangis, dan memegang tangannya. Sementara kereta api mulai bergerak maju.
Tetapi ia menarik tangannya dengan sekuat tenaga dan secara tiba-tiba sehingga
saya jatuh tertelungkup.” (hal. 22)
Firdaus
juga dijadikan sebagai objek komersil oleh pamannya, ia dinikahkan dengan
seorang tua bangka yang berumur 60 tahun guna menstabilkan perekonomian
keluarga pamannya yang telah beristri. Ia dijual dengan harga 100 pon. Selama
tinggal bersama suaminya, Syeikh Mahmoud selalu memperlakukan Firdaus dengan
kasar. Ia lalu kembali ke rumah pamannya. Pamannya berkata bahwa lazim hukumnya
seorang suami memukul istri, hal itu pun sudah tertuang dalam ajaran agama.
Berikut
ini bukti kutipan kekerasan verbal dan kekerasan fisik yang didapati Firdaus
dari suaminya:
“Ia
tetap memandang pada piring saya ketika saya dengan makan, dan jika saya
tinggalkan sesuatu dia akan mencomotnya, memasukkan ke dalam mulutnya dan
setelah menelan dengan cepat ia akan memarahi saya karena pemboros. Padahal
saya tidak membuang apa-apa, makanan yang tertinggal di piring adalah sisa-sisa
kecil yang menempel pada permukaan, dan hanya dilepaskan pada sabun dan air.”
(hal. 62)
“Suatu
hari ia menemukan sisa makanan, dan ia mulai berteriak-teriak begitu kerasnya,
sehingga semua tetangga dapat mendengar. Setelah peristiwa itu, ia mempunyai
kebiasaan untuk memukul saya, apakah dia mempunyai alasan atau tidak.” (hal.
63)
Karena
kekerasan yang sering ia alami, Firdaus kemudian memutuskan untuk bebas dengan
jalan menjadi pelacur. Menurutnya pernikahan adalah suatu sistem ikatan yang
sama halnya atau tidak lain dengan istilah perbudakan. Atas dasar itulah
Firdaus ingin keluar dari kejamnya konsep patriarki yang mebelenggu dirinya.
Ketika ia menjadi pelacur, ia mendapatkan banyak kesenangan dengan hidup bebas,
memiliki apartemen mewah, dan ia merasa lebih dipandang.
Sementara pada film FSG, Ana seringkali
mendapat kekerasan seksual dari kekasihnya yang bernama Grey. Ana hanya
dijadikan sebagai objek kepuasan batin (seksual) yang dilakukan oleh Grey
dengan berbagai eksperimennya. Mulanya, Ana sendiri menyukai permainan itu
karena ia jatuh cinta kepada Grey, namun lama-lama ia merasakan hal yang janggal.
Ia merasa bahwa hubungan yang mereka jalani ini hanya kepuasan dari satu arah,
yaitu Grey sebagai pihak laki-laki yang dominan. Sementara Ana tidak
mendapatkan perlakuan kasih sayang dan keromantisan seperti pasangan pada
umumnya. Ia terus dituntut untuk mengikuti semua permintaan Grey sehingga ia
merasa jenuh dan mengembalikan semua barang-barang yang telah diberikan oleh
pasangannya. Dari film ini dapat dilihat bagaimana perempuan dieksploitasi dari
segi seksual. Pihak laki-laki mendapatkan kepuasan sedangkan perempuan yang
mendapat kesengsaraan.
Dari
kedua cerita di atas, hegemoni patriarki masih terlihat sangat dominan. Hal itu
dapat direpresentasikan dengan dilihatnya perlakuan laki-laki terhadap tokoh
Firdaus dan Ana dalam masing-masing cerita. Perempuan hanya dijadikan sebagai
objek dari dominasi kekuasaan laki-laki. Ideologi patriarki hanya akan
menimbulkan kekerasan pada pihak perempuan. Kekerasan itu dapat berupa fisik,
psikis, seksual, dan ekonomi. Sudah seharusnya penjajahan kepada kaum perempuan
harus dimusnahkan. Ideologi patriarki hanya menguntungkan pihak laki-laki dan
menganggap perempuan sebagai kaum yang termarginalkan. Bisa dikatakan patriarki
hanya menyengsarakan perempuan dan membatasi pergerakan kaum perempuan.
Perempuan juga berhak mendapatkan kesetaraan gender dengan laki-laki. Ideologi
patriarki sudah tidak cocok untuk diterapkan pada era modern ini. Setiap
stakeholder harus saling membantu dan menarasikan kembali tentang bagaimana
perempuan itu dipandang sebagai citra yang positif melalui karya-karya, baik
dari karya sastra ataupun industri film.
Komentar
Posting Komentar