Perbedaan Sentimen Feminisme dan Budaya Dalam Novel Daerah Salju Karya Yasunari Kawabata dengan Novel Perempuan Di Titik Nol Karya Nawal el Saadawi: Kajian Sastra Bandingan
M Fakhrul Arifin
Sastra Indonesia
Universitas Negeri Jakarta
Surel: fakhrularifin81@gmail.com
ABSTRAK
Ilmu mengenai
kesusastraan memang tak bisa lepas dari budaya. Kajian budaya dalam sastra
merupakan sebuah ilmu yang menjadi suatu jalan untuk meneliti tentang
kebudayaan suatu negara dari karya sastra yang lahir dari negara yang
bersangkutan. Budaya dari seluruh negeri ini sangat banyak ragamnya. Dalam
suatu daerah tertentu, budaya dapat menjadi faktor dalam menentukan mata
pencaharian dari suatu kaum tersebut. Penelitian ini mencoba menjelaskan Perbedaan
Sentimen Feminisme dan Budaya Dalam
Novel Daerah
Salju Karya Yasunari Kawabata dengan Novel Perempuan Di Titik Nol Karya Nawal el Saadawi. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kajian sastra bandingan. Kedua novel ini memiliki latar
tempat yang berbeda, juga dengan budaya yang berbeda pula. Novel Daerah Salju memiliki latar tempat di
Jepang, sedangkan novel Perempuan Di
Titik Nol memiliki latar tempat di Mesir. Rumusan masalah penelitian ini
adalah bagaimana perbedaan sentiment feminism yang ditunjukan di dalam cerita
tersebut? Apakah pengaruh budaya dapat mempengaruhi perbedaan sentimen feminisme
di dalam cerita tersebut? Banyaknya cerita-cerita yang mengangkat mengenai
kewanitaan atau feminisme di dalam dunia kesusastraan, semoga dapat bermanfaat
untuk semakin banyak melahirkan karya-karya sastra yang memotivasi banyak kaum
wanita ke arah yang lebih baik.
Kata kunci: budaya, sentimen, feminisme,
daerah salju, perempuan di titik nol, sastra bandingan
PENDAHULUAN
Feminisme merupakan
unsur dalam karya sastra yang membicarakan tentang kewanitaan dalam hal sosial
dan segi psikologi itu sendiri. Dalam konteks nya sendiri lebih mengangkat
sesuatu hal mengenai wanita dengan kebebasan. Dan wanita yang mendominasi dalam
kehidupan realitas di masyarakat.
Menurut Salden
(1986: 130-131), ada lima masalah yang biasa muncul dalam kaitannya dengan
teori feminis, yaitu a) masalah biologis, b) pengalaman, c) wacana, d)
ketaksadaran, dan e) masalah sosioekonomi. Perdebatan terpentinag dalam teori
feminis timbul sebagai akibat masalah wacana sebab perempuan sesungguhnya
termarginalisasikan melalui wacana yang dikuasai oleh laki-laki.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan
dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke
generasi. Budaya terbentuk
dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat,
bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.
Ada beberapa
unsur-unsur yang dapat mempengaruhi budaya. Mempelajari unsur-unsur yang
terdapat dalam sebuah kebudayaan sangat penting untuk memahami kebudayaan
manusia. Kluckhon dalam bukunya yang berjudul Universal Categories of Culture membagi kebudayaan yang ditemukan
pada semua bangsa di dunia dari sistem kebudayaan yang sederhana seperti
masyarakat pedesaan hingga sistem kebudayaan yang kompleks seperti masyarakat
perkotaan. Kluckhon membagi sistem kebudayaan menjadi tujuh unsur kebudayaan
universal atau disebut dengan kultural universal. 7 unsur kebudayaan yaitu:
1. Sistem Pencaharian Hidup
2. Sistem Peralatan dan Teknologi
3. Sistem Organisasi Kemasyarakatan
4. Sistem Pengetahuan
5. Bahasa
6. Kesenian
7. Sistem Religi dan Upacara Keagamaan
Berbicara
tentang karya sastra yang akan dibahas erat kaitannya dengan unsur feminisme dan
budaya yang ada di dalamnya. Novel Daerah
Salju karya Yasunari Kawabata dan Novel Perempuan
Di Titik Nol Karya Nawal el Saadawi. Kedua novel ini bercerita tentang
latar belakang budaya dan karakter wanita yang diangkat dalam kedua cerita
tersebut. Tentang seorang perempuan yang sama-sama bekerja sebagai wanita
penghibur tetapi terdapat perbedaan yang signifikan karena kedua novel ini
memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Penulis dalam kedua novel ini memperlihatkan
kehadiran tokoh perempuan yang sangat kuat dan patut diperhitungkan. Kedua
tokoh itu bernama Komako dan Firdaus.
Tokoh yang
dihadirkan baik dari novel Daerah Salju
maupun dari Novel Perempuan Di Titik Nol
kedua tokoh tersebut dibentuk dengan cukup baik dan dapat menjelaskan sentimen
feminisme dari kedua cerita berbeda karena perbedaan masing-masing budaya yang
ada.
Tokoh Komako
dan Firdaus memiliki pekerjaan yang hampir sama, yaitu: wanita penghibur. Komako
dengan latar budaya Jepang sedangkan Firdaus dengan latar belakang budaya Mesir
(Arab Saudi). Komako tinggal di daerah salju, yaitu bagian utara Pulau Honshu
di tepi Laut Jepang. Sedangkan Firdaus tinggal di Mesir, Di dekat sepanjang
bantaran Sungai Nil.
Dalam
kajiannya, penelitian ini menggunakan pendekatan kajian sastra bandingan.
Menurut Remak dalam buku Endraswara yang berjudul Metodologi Penelitian Sastra Bandingan menyatakan bahwa sastra
bandingan merupakan penelitian sastra di luar batas sebuah negara serta
penelitian tentang hubungan di sastra dengan bidang ilmu dan kepercayaan yang
lain, seperti seni (lukis, ukir, dan musik), filsafat, sejarah, sosial
(politik, ekonomi, dan sosiologi), sains, dan agama.1
Jepang dan Mesir,
tentu saja memiliki budaya yang berbeda. Dengan artian budaya dapat membatasi
gerak suatu gender dalam menjalani kehidupan. Dalam kasus ini gender yang
dibahas ialah perempuan. Dalam kedua novel ini ditemukan suatu kesamaan, di
mana kedua tokoh perempuan dihadirkan sebagai wanita penghibur. Dan perbedaan
yang ada dalam pandangan sentimen fenisme yang di lakukan oleh masing-masing
penulis yang tertuang dalam tokoh cerita di dalam novel Daerah Salju dengan tokoh Komako sebagai Geisha, serta Firdaus dalam novel Perempuan Di Titik Nol yang menjalani kehidupan keras sebagai Pelacur.
METODE
Penelitian ini
memberi fokus terhadap cara bagaimana perbedaan budaya dapat menghasilkan
sebuah sentimen yang berbeda dalam pandangan feminisme. Gambaran tentang
perempuan yang menjadi wanita penghibur, posisi perempuan di dalam kesusastraan
dan bagaimana perempuan hidup serta kisahnya tertuang di dalam cerita.
Penelitian ini
memfokuskan pada dua tulisan pengarang yang ditulis dengan latar belakang
budaya yang berbeda. Karya yang dipilih ialah novel Daerah Salju karya Yasunari Kawabata dengan Perempuan Di Titik Nol Karya Nawal el Saadawi. Kedua novel ini
dipilih karena terdapat kesamaan Profesi dari dua tokoh perempuan dan sama-sama
mengangkat genre yang sama yaitu mengenai persoalan mengenai feminism yang
terdapat pada masing-masing novel tersebut.
Pembahasan
Pengaruh
Budaya terhadap perbedaan cara pandang feminisme dalam novel Daerah
Salju
dan Perempuan Di Titik Nol
Dalam novel
Yasunari Kawabata yang berjudul Daerah
Salju, tokoh Komako dihadirkan sebagai seorang geisha yang menjadi Wanita penghibur dan melayani seorang
wisatawan. Wisatawan itu bernama Shimamura. Namun, di dalam novel ini Kawabata
tidak menggambarkan geisha sebagai
pekerjaan yang dinilai memiliki tingkat yang rendah melainkan sebagai pekerjaan
yang baik dan dilakukan dengan kerja keras serta sepentasnya mendapatkan
apresiasi dari banyak orang, bukan sebaliknya diberikan cemoohan atau
diskriminasi.
Di Jepang,
menjadi seorang geisha adalah hal
yang dipandang cukup lumrah untuk dilakukan oleh seorang wanita. Para wisatawan,
biasanya laki-laki yang paling sering menyewa jasa geisha untuk menemani dan melayani kebutuhan mereka selama berlibur
di suatu tempat. Untuk sebuah pengalaman yang menyenangkan
Narasi yang dituliskan
oleh Kawabata dalam peran geisha.
Menurutnya, menjadi seorang geisha ialah pekerjaan yang sulit dan tidak bisa
dipandang dengan sebelah mata. Di dalam geisha
sendiri terdapat tingkatan-tingkatannya. Jika seorang geisha itu menggunakan pakaian kimono yang terbuat dari sutra yang
mewah maka ia dipandang sebagai geisha
yang berkelas. Feminisme yang dibentuk dalam cerita ini membangun kesan positif
akan pandangan mengenai kehidupan Geisha. Di negara Jepang yang lebih
demokratis dalam kebebasan gender untuk mendapatkan posisi yang setara di dalam
masyarakatnya.
Berbeda hal dalam
novel Perempuan Di Titik Nol, Nawal
menggambarkan seorang Firdaus sebagai Pelacur yang memiliki sifat kritis dan
tangguh. Karena sejak kecil Firdaus sudah hidup dalam kesengsaraan, ketika
Firdaus hidup di dalam suatu keluarga yang masih lengkap lantas hidupnya tidak
bahagia dikarenakan ekonomi keluarganya yang tidak baik ditambah dengan sifat
orang tua dari Firdaus yang sering memukulinya terutama sang ayah.
Kemudian
setelah kedua orang tuanya meninggal, hidup Firdaus berlanjut dengan tinggal
bersama pamannya. Yang semula bersifat baik kepada Firdaus tetapi semua hal
baik itu berubah ketika pamannya telah memiliki istri dan keluarga, hidup
Firdaus tidak diperdulikan dan pamannya lebih tunduk kepada perkataan sang
istri dan banyak tindakan dari sang paman justru dipengaruhi oleh istrinya.
Yang kemudian membuat Firdaus pergi dari rumah tersebut dan sempat di jodohkan
dengan seorang Syekh yang sudah berumur sangat tua tetapi bersifat tamak dan
selalu memukuli Firdaus sehingga dia akhirnya kabur dari rumah tersebut dan
hidupnya terkatung-takung di jalanan kota Mesir.
Banyaknya
laki-laki yang ditemui oleh Firdaus dalam hidupnya yang berperilaku sangat
buruk kepada Firdaus, membuat pandangan Firdaus mengenai laki-laki menjadi
buruk. Firdaus memberikan pandangan bahwa semua laki-laki sama jahat nya bahkan
melebihi binatang. Kehidupan Firdaus dipenuhi ketidakadilan yang membuatnya mengerjakan
sesuatu tindakan yang tidak terpuji yaitu menjadi Pelacur.
Karena hanya
dengan menjadi pelacur lah harga dirinya bisa menjadi lebih tinggi karena
meskipun di tingkatan sebagai wanita tidak terhormat tetapi dia masih memiliki
harta yang banyak sehingga bisa mengontrol kehidupannya sendiri dengan baik.
Sampai di suatu hari Firdaus membunuh seorang germo yang mencoba untuk
memperbudak dirinya dan mengambil alih tubuh serta harga diri yang dia miliki.
Sehingga kehidupan Firdaus berakhir dengan masuknya dia ke penjara dan berakhir
dengan menjalani hukuman mati, yang juga diinginkan Firdaus karena dengan
kematian dirinya maka kebenaran tentang pemikirannya mengenai kaum laki-laki
adalah manusia yang buruk merupakan benar adanya.
Cara pandang
sentimen feminisme yang dibangun di dalam novel Perempuan Di Titik Nol mengarahkan sisi negatif mengenai laki-laki
yang mendominasi kaum wanita dengan cara-cara yang buruk. Sisi kewanitaan yang
dibangun dalam karakter Firdaus juga sangatlah kuat yang mencoba melawan
dominasi dari kaum laki-laki yang haus akan sifat seks dan kelicikan-kelicikan
yang ada. Dimana budaya dalam mesir atau Arab Saudi sendiri sangatlah ketat
dalam mengontrol mengenai pergerakan hidup wanita di negara tersebut, laki-laki
sebagai pemimpin dan wanita tidak seharusnya mendapatkan kesetaraan yang sama
seperti yang didapatkan oleh kaum laki-laki.
Dalam kedua
novel ini, terlihat kedua pandangan yang kontras mengenai kehidupan dalam dunia
feminisme dari kedua kebudayaan yang berbeda, sesuatu yang sama dalam kedua
novel diatas hanyalah bahwa perempuan yang menjadi objek pemuas dan hiburan
untuk kaum laki-laki. Dalam novel Daerah
Salju tidak ditemukan objek seksualitas. Yang ada hanyalah penggambaran
kisah cinta antara seorang geisha
yang bernama Komako dengan seorang pelancong bernama Shimamura. Dan membentuk
pandangan bahwa Geisha bukan lah
pekerjaan yang buruk dan remeh. Sedangkan dalam novel Perempuan Di Titik Nol digambarkan banyaknya ironi dan tragedi yang
menimpa kehidupan wanita di Mesir yang selalu mendapatkan tindakan tidak
manusiawi dari kaum laki-laki termasuk harus menuruti kemauan mengenai hubungan
seksualitas secara paksa yang dilakukan oleh kaum laki-laki untuk memuaskan
hasrat mereka.
Kedua tokoh ini
memiliki pekerjaan yang mirip, yaitu: wanita penghibur. Wanita penghibur di
Jepang dikenal sebagai geisha sedangkan
dalam cerita yang berlatar di Mesir wanita ini menjadi seorang pelacur. Meski begitu, terdapat mengenai
kesamaan dalam pengangkatan tema besar yaitu berpusat kepada cerita tentang
kewanitaan yang di pandang dalam sudut budaya berbeda dari masing-masing budaya
yang berbeda, Daerah Salju oleh
Yasunari Kawabata dengan unsur negara Jepangnya, serta Perempuan Di Titik Nol oleh Nawal el Saadawi dengan kritik kerasnya
mengenai negara Mesir dan budaya timur tengah.
Daftar
Pustaka
Endraswara, Suwardi. 2011. Metode Penelitian Sastra Bandingan.
Jakarta: Bukupop.
El Saadawi, Nawal. 2017. Perempuan
Di Titik Nol. Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia
Kawabata, Yasunari. 2016. Daerah Salju. Jakarta: KPG.
Kutha Ratna, Nyoman. 2004. Teori,
Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Denpasar: Pustaka Pelajar
Sardjon, Asmowati, dkk. 2008. Estetika
Sastra, Seni, dan Budaya. Fakultas Bahasa & Seni Universitas Negeri
Jakarta
Komentar
Posting Komentar