Perbedaan Sentimen Feminisme dan Budaya Dalam Novel Daerah Salju Karya Yasunari Kawabata dengan Novel Perempuan Di Titik Nol Karya Nawal el Saadawi: Kajian Sastra Bandingan


M Fakhrul Arifin

Sastra Indonesia
Universitas Negeri Jakarta



ABSTRAK
Ilmu mengenai kesusastraan memang tak bisa lepas dari budaya. Kajian budaya dalam sastra merupakan sebuah ilmu yang menjadi suatu jalan untuk meneliti tentang kebudayaan suatu negara dari karya sastra yang lahir dari negara yang bersangkutan. Budaya dari seluruh negeri ini sangat banyak ragamnya. Dalam suatu daerah tertentu, budaya dapat menjadi faktor dalam menentukan mata pencaharian dari suatu kaum tersebut. Penelitian ini mencoba menjelaskan Perbedaan Sentimen Feminisme dan Budaya Dalam Novel Daerah Salju Karya Yasunari Kawabata dengan Novel Perempuan Di Titik Nol Karya Nawal el Saadawi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kajian sastra bandingan. Kedua novel ini memiliki latar tempat yang berbeda, juga dengan budaya yang berbeda pula. Novel Daerah Salju memiliki latar tempat di Jepang, sedangkan novel Perempuan Di Titik Nol memiliki latar tempat di Mesir. Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana perbedaan sentiment feminism yang ditunjukan di dalam cerita tersebut? Apakah pengaruh budaya dapat mempengaruhi perbedaan sentimen feminisme di dalam cerita tersebut? Banyaknya cerita-cerita yang mengangkat mengenai kewanitaan atau feminisme di dalam dunia kesusastraan, semoga dapat bermanfaat untuk semakin banyak melahirkan karya-karya sastra yang memotivasi banyak kaum wanita ke arah yang lebih baik.
Kata kunci: budaya, sentimen, feminisme, daerah salju, perempuan di titik nol, sastra bandingan

PENDAHULUAN
Feminisme merupakan unsur dalam karya sastra yang membicarakan tentang kewanitaan dalam hal sosial dan segi psikologi itu sendiri. Dalam konteks nya sendiri lebih mengangkat sesuatu hal mengenai wanita dengan kebebasan. Dan wanita yang mendominasi dalam kehidupan realitas di masyarakat.
Menurut Salden (1986: 130-131), ada lima masalah yang biasa muncul dalam kaitannya dengan teori feminis, yaitu a) masalah biologis, b) pengalaman, c) wacana, d) ketaksadaran, dan e) masalah sosioekonomi. Perdebatan terpentinag dalam teori feminis timbul sebagai akibat masalah wacana sebab perempuan sesungguhnya termarginalisasikan melalui wacana yang dikuasai oleh laki-laki. 
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.
Ada beberapa unsur-unsur yang dapat mempengaruhi budaya. Mempelajari unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah kebudayaan sangat penting untuk memahami kebudayaan manusia. Kluckhon dalam bukunya yang berjudul Universal Categories of Culture membagi kebudayaan yang ditemukan pada semua bangsa di dunia dari sistem kebudayaan yang sederhana seperti masyarakat pedesaan hingga sistem kebudayaan yang kompleks seperti masyarakat perkotaan. Kluckhon membagi sistem kebudayaan menjadi tujuh unsur kebudayaan universal atau disebut dengan kultural universal. 7 unsur kebudayaan yaitu:
1.      Sistem Pencaharian Hidup
2.      Sistem Peralatan dan Teknologi
3.      Sistem Organisasi Kemasyarakatan
4.      Sistem Pengetahuan
5.      Bahasa
6.      Kesenian
7.      Sistem Religi dan Upacara Keagamaan
Berbicara tentang karya sastra yang akan dibahas erat kaitannya dengan unsur feminisme dan budaya yang ada di dalamnya. Novel Daerah Salju karya Yasunari Kawabata dan Novel Perempuan Di Titik Nol Karya Nawal el Saadawi. Kedua novel ini bercerita tentang latar belakang budaya dan karakter wanita yang diangkat dalam kedua cerita tersebut. Tentang seorang perempuan yang sama-sama bekerja sebagai wanita penghibur tetapi terdapat perbedaan yang signifikan karena kedua novel ini memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Penulis dalam kedua novel ini memperlihatkan kehadiran tokoh perempuan yang sangat kuat dan patut diperhitungkan. Kedua tokoh itu bernama Komako dan Firdaus.
Tokoh yang dihadirkan baik dari novel Daerah Salju maupun dari Novel Perempuan Di Titik Nol kedua tokoh tersebut dibentuk dengan cukup baik dan dapat menjelaskan sentimen feminisme dari kedua cerita berbeda karena perbedaan masing-masing budaya yang ada.
Tokoh Komako dan Firdaus memiliki pekerjaan yang hampir sama, yaitu: wanita penghibur. Komako dengan latar budaya Jepang sedangkan Firdaus dengan latar belakang budaya Mesir (Arab Saudi). Komako tinggal di daerah salju, yaitu bagian utara Pulau Honshu di tepi Laut Jepang. Sedangkan Firdaus tinggal di Mesir, Di dekat sepanjang bantaran Sungai Nil.
Dalam kajiannya, penelitian ini menggunakan pendekatan kajian sastra bandingan. Menurut Remak dalam buku Endraswara yang berjudul Metodologi Penelitian Sastra Bandingan menyatakan bahwa sastra bandingan merupakan penelitian sastra di luar batas sebuah negara serta penelitian tentang hubungan di sastra dengan bidang ilmu dan kepercayaan yang lain, seperti seni (lukis, ukir, dan musik), filsafat, sejarah, sosial (politik, ekonomi, dan sosiologi), sains, dan agama.1
Jepang dan Mesir, tentu saja memiliki budaya yang berbeda. Dengan artian budaya dapat membatasi gerak suatu gender dalam menjalani kehidupan. Dalam kasus ini gender yang dibahas ialah perempuan. Dalam kedua novel ini ditemukan suatu kesamaan, di mana kedua tokoh perempuan dihadirkan sebagai wanita penghibur. Dan perbedaan yang ada dalam pandangan sentimen fenisme yang di lakukan oleh masing-masing penulis yang tertuang dalam tokoh cerita di dalam novel Daerah Salju dengan tokoh Komako sebagai Geisha, serta Firdaus dalam novel Perempuan Di Titik Nol yang menjalani kehidupan keras sebagai Pelacur.

METODE
Penelitian ini memberi fokus terhadap cara bagaimana perbedaan budaya dapat menghasilkan sebuah sentimen yang berbeda dalam pandangan feminisme. Gambaran tentang perempuan yang menjadi wanita penghibur, posisi perempuan di dalam kesusastraan dan bagaimana perempuan hidup serta kisahnya tertuang di dalam cerita.
Penelitian ini memfokuskan pada dua tulisan pengarang yang ditulis dengan latar belakang budaya yang berbeda. Karya yang dipilih ialah novel Daerah Salju karya Yasunari Kawabata dengan Perempuan Di Titik Nol Karya Nawal el Saadawi. Kedua novel ini dipilih karena terdapat kesamaan Profesi dari dua tokoh perempuan dan sama-sama mengangkat genre yang sama yaitu mengenai persoalan mengenai feminism yang terdapat pada masing-masing novel tersebut.



 
Pembahasan

Pengaruh Budaya terhadap perbedaan cara pandang feminisme dalam novel Daerah Salju dan Perempuan Di Titik Nol
Dalam novel Yasunari Kawabata yang berjudul Daerah Salju, tokoh Komako dihadirkan sebagai seorang geisha yang menjadi Wanita penghibur dan melayani seorang wisatawan. Wisatawan itu bernama Shimamura. Namun, di dalam novel ini Kawabata tidak menggambarkan geisha sebagai pekerjaan yang dinilai memiliki tingkat yang rendah melainkan sebagai pekerjaan yang baik dan dilakukan dengan kerja keras serta sepentasnya mendapatkan apresiasi dari banyak orang, bukan sebaliknya diberikan cemoohan atau diskriminasi.
Di Jepang, menjadi seorang geisha adalah hal yang dipandang cukup lumrah untuk dilakukan oleh seorang wanita. Para wisatawan, biasanya laki-laki yang paling sering menyewa jasa geisha untuk menemani dan melayani kebutuhan mereka selama berlibur di suatu tempat. Untuk sebuah pengalaman yang menyenangkan
Narasi yang dituliskan oleh Kawabata dalam peran geisha. Menurutnya, menjadi seorang geisha ialah pekerjaan yang sulit dan tidak bisa dipandang dengan sebelah mata. Di dalam geisha sendiri terdapat tingkatan-tingkatannya. Jika seorang geisha itu menggunakan pakaian kimono yang terbuat dari sutra yang mewah maka ia dipandang sebagai geisha yang berkelas. Feminisme yang dibentuk dalam cerita ini membangun kesan positif akan pandangan mengenai kehidupan Geisha. Di negara Jepang yang lebih demokratis dalam kebebasan gender untuk mendapatkan posisi yang setara di dalam masyarakatnya.
Berbeda hal dalam novel Perempuan Di Titik Nol, Nawal menggambarkan seorang Firdaus sebagai Pelacur yang memiliki sifat kritis dan tangguh. Karena sejak kecil Firdaus sudah hidup dalam kesengsaraan, ketika Firdaus hidup di dalam suatu keluarga yang masih lengkap lantas hidupnya tidak bahagia dikarenakan ekonomi keluarganya yang tidak baik ditambah dengan sifat orang tua dari Firdaus yang sering memukulinya terutama sang ayah.
Kemudian setelah kedua orang tuanya meninggal, hidup Firdaus berlanjut dengan tinggal bersama pamannya. Yang semula bersifat baik kepada Firdaus tetapi semua hal baik itu berubah ketika pamannya telah memiliki istri dan keluarga, hidup Firdaus tidak diperdulikan dan pamannya lebih tunduk kepada perkataan sang istri dan banyak tindakan dari sang paman justru dipengaruhi oleh istrinya. Yang kemudian membuat Firdaus pergi dari rumah tersebut dan sempat di jodohkan dengan seorang Syekh yang sudah berumur sangat tua tetapi bersifat tamak dan selalu memukuli Firdaus sehingga dia akhirnya kabur dari rumah tersebut dan hidupnya terkatung-takung di jalanan kota Mesir.
Banyaknya laki-laki yang ditemui oleh Firdaus dalam hidupnya yang berperilaku sangat buruk kepada Firdaus, membuat pandangan Firdaus mengenai laki-laki menjadi buruk. Firdaus memberikan pandangan bahwa semua laki-laki sama jahat nya bahkan melebihi binatang. Kehidupan Firdaus dipenuhi ketidakadilan yang membuatnya mengerjakan sesuatu tindakan yang tidak terpuji yaitu menjadi Pelacur.
Karena hanya dengan menjadi pelacur lah harga dirinya bisa menjadi lebih tinggi karena meskipun di tingkatan sebagai wanita tidak terhormat tetapi dia masih memiliki harta yang banyak sehingga bisa mengontrol kehidupannya sendiri dengan baik. Sampai di suatu hari Firdaus membunuh seorang germo yang mencoba untuk memperbudak dirinya dan mengambil alih tubuh serta harga diri yang dia miliki. Sehingga kehidupan Firdaus berakhir dengan masuknya dia ke penjara dan berakhir dengan menjalani hukuman mati, yang juga diinginkan Firdaus karena dengan kematian dirinya maka kebenaran tentang pemikirannya mengenai kaum laki-laki adalah manusia yang buruk merupakan benar adanya.
Cara pandang sentimen feminisme yang dibangun di dalam novel Perempuan Di Titik Nol mengarahkan sisi negatif mengenai laki-laki yang mendominasi kaum wanita dengan cara-cara yang buruk. Sisi kewanitaan yang dibangun dalam karakter Firdaus juga sangatlah kuat yang mencoba melawan dominasi dari kaum laki-laki yang haus akan sifat seks dan kelicikan-kelicikan yang ada. Dimana budaya dalam mesir atau Arab Saudi sendiri sangatlah ketat dalam mengontrol mengenai pergerakan hidup wanita di negara tersebut, laki-laki sebagai pemimpin dan wanita tidak seharusnya mendapatkan kesetaraan yang sama seperti yang didapatkan oleh kaum laki-laki.
Dalam kedua novel ini, terlihat kedua pandangan yang kontras mengenai kehidupan dalam dunia feminisme dari kedua kebudayaan yang berbeda, sesuatu yang sama dalam kedua novel diatas hanyalah bahwa perempuan yang menjadi objek pemuas dan hiburan untuk kaum laki-laki. Dalam novel Daerah Salju tidak ditemukan objek seksualitas. Yang ada hanyalah penggambaran kisah cinta antara seorang geisha yang bernama Komako dengan seorang pelancong bernama Shimamura. Dan membentuk pandangan bahwa Geisha bukan lah pekerjaan yang buruk dan remeh. Sedangkan dalam novel Perempuan Di Titik Nol digambarkan banyaknya ironi dan tragedi yang menimpa kehidupan wanita di Mesir yang selalu mendapatkan tindakan tidak manusiawi dari kaum laki-laki termasuk harus menuruti kemauan mengenai hubungan seksualitas secara paksa yang dilakukan oleh kaum laki-laki untuk memuaskan hasrat mereka.
Kedua tokoh ini memiliki pekerjaan yang mirip, yaitu: wanita penghibur. Wanita penghibur di Jepang dikenal sebagai geisha sedangkan dalam cerita yang berlatar di Mesir wanita ini menjadi seorang pelacur. Meski begitu, terdapat mengenai kesamaan dalam pengangkatan tema besar yaitu berpusat kepada cerita tentang kewanitaan yang di pandang dalam sudut budaya berbeda dari masing-masing budaya yang berbeda, Daerah Salju oleh Yasunari Kawabata dengan unsur negara Jepangnya, serta Perempuan Di Titik Nol oleh Nawal el Saadawi dengan kritik kerasnya mengenai negara Mesir dan budaya timur tengah.


Daftar Pustaka
Endraswara, Suwardi. 2011. Metode Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta: Bukupop.
El Saadawi, Nawal. 2017. Perempuan Di Titik Nol. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Kawabata, Yasunari. 2016. Daerah Salju. Jakarta: KPG.
Kutha Ratna, Nyoman. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Denpasar: Pustaka Pelajar
Sardjon, Asmowati, dkk. 2008. Estetika Sastra, Seni, dan Budaya. Fakultas Bahasa & Seni Universitas Negeri Jakarta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEMIOTIKA MAKNA PADA LIRIK LAGU MANUSIA KUAT – TULUS

DESKRIPSI WARNA PADA IKON LAYANAN ON-DEMAND GO-RIDE, GO-CAR, GO-FOOD PADA APLIKASI GO-JEK

Ikon, Indeks, dan Simbol Dalam Lambang Centang: Kajian Semiotika