Rambu dan Lampu Lalu Lintas sebagai Petunjuk Jalan; Suatu Kajian Semiotika Adi Apria Akbar Setiabudi
Rambu dan Lampu Lalu Lintas sebagai
Petunjuk Jalan; Suatu Kajian Semiotika
Adi Apria Akbar Setiabudi
Seringkali
pengendara sepeda motor atau mobil menabrak aturan-aturan yang telah disepakati
dengan alasan untuk cepat sampai rumah, padahal tindakan-tindakan seperti
menerobos lampu lalu lintas atau melanggar peraturan lain dapat terkena sanksi
sosial seperti pidana dan makian dari pengendara lain yang merasa diganggu atas
pelanggaran yang telah pengendara itu perbuat. Sebenarnya, aturan-aturan ini
diciptakan untuk menertibkan kawasan jalanan agar tidak terlihat ribet, juga
untuk mengurangi kemacetan agar kawasan itu tetap tertib dan lancar.
Di
sini peran semiotika sangat berpengaruh besar bagi pengendara sebagai pengingat
agar tidak melanggar peraturan-peraturan yang telah disepakati. Pengingat di
sini diwujudkan dalam bentuk tanda seperti rambu dan lampu lalu lintas. Alasan
peneliti mengambil objek penelitian ini karena kesadaran masyarakat khususnya
masyarakat Jakarta masih sangat minim dalam menaati peraturan-peraturan lalu
lintas. Saya merasakan betapa rumitnya dan semrawutnya lalu lintas di sini yang
terkadang memaksa saya untuk memberikan kata-kata umpatan kepada pengendara lain
atas ketololannya yang juga membuat pengendara lain naik pitam.
Ketololan
itu biasanya berbentuk seperti menerobos lampu merah, berhenti di dalam garis zebra crossing, parkir sembarangan di
bahu jalan yang di situ jelas-jelas terdapat peringatan dilarang parkir.
Hal-hal semacam inilah yang membuat ibu kota mengalami tingkat kemacetan yang
cukup signifikan dari tiap tahunnya. Hal ini disebabkan selain kesadaran
masyarakat yang minim, juga sepertinya pengetahuan masyarakat akan arti dari
setiap rambu-rambu lalu lintas yang sepenuhnya masih belum dimengerti oleh
pengendara lain.
Maka
dari itu, penelitian di sini tidak akan membahas tentang
pelanggaran-pelanggaran dalam lalu lintas melainkan pada penelitian ini akan
dikupas makna dalam setiap rambu dan lampu lalu lintas agar masyarakat tergugah
kembali untuk selalu tertib dan menaati peraturan-peraturan yang telah
disepakati. Diharapkan dengan adanya peneliti ini, masyarakat dapat menghormati
setiap hak-hak pengendara lain melalui makna-makna yang disampaikan melalui
setiap rambu dan lampu lalu lintas.
Rambu dan lampu lalu lintas merupakan suatu
bentuk dari desain komunikasi visual. Desain komunikasi visual adalah suatu
disiplin ilmu yang bertujuan mempelajari konsep- konsep komunikasi serta
ungkapan kreatif melalui berbagai media untuk menyampaikan pesan dan gagasan
secara visual dengan mengelola elemen-elemen grafis yang berupa bentuk dan
gambar, tatanan huruf, serta komposisi warna serta layout (tata letak atau
perwajahan). Dengan demikian, gagasan bisa diterima oleh orang atau kelompok
yang menjadi sasaran penerima pesan. Komunikasi visual, sesuai namanya, adalah
komunikasi melalui penglihatan. Komunikasi visual merupakan sebuah rangkaian
proses penyampaian kehendak atau maksud tertentu kepada pihak lain dengan
penggunaan media penggambaran yang hanya terbaca oleh indera penglihatan.
Komunikasi visual mengkombinasikan seni, lambang, tipografi, gambar, desain
grafis, ilustrasi, dan warna dalam penyampaiannya.
Menurut
AD Pirous (1989), komunikasi visual yang dalam bentuk kehadirannya seringkali
perlu ditunjang dengan suara-pada hakikatnya adalah suatu bahasa. Tugas
utamanya membawakan pesan dari seseorang, lembaga, atau kelompok masyarakat
tertentu kepada yang lain.
Pada
penelitiannya kali ini, saya akan menggunakan pendekatan semiotik yang
dikembangkan oleh C.S. Peirce. Peirce memandang adanya relasi triadik dalam
semiotik, yaitu antara representamen,
object, dan interpretant. Dengan demikian, semiosis adalah proses pemaknaan
tanda yang bermula dari persepsi atas dasar (ground; representamen) yang
merujuk pada objek, akhirnya terjadi proses interpretant.
Semiotika
berangkat dari tiga elemen utama, Peirce menyebutnya teori segitiga makna (triangle meaning). (1) Tanda adalah
sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan
merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu
sendiri. Acuan tanda ini disebut objek; (2) Acuan tanda (objek) adalah konteks
sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda; (3)
Pengguna tanda (interpretant) adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan
tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak
seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.
Berdasarkan
objeknya, Peirce membagi tanda atas tiga macam:
a. Ikon
Ikon
adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan
bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan
objek atau acuan yang bersifat kemiripan, misalnya, potret dan peta.
b. Indeks
b. Indeks
Indeks
adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda
yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung
mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap sebagai tanda
adanya api.
c. Simbol
c. Simbol
Simbol
adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya,
hubungan di antaranya bersifat arbiter, hubungan berdasarkan konvensi
(perjanjian) masyarakat.
Dalam
tradisi semiotik Peirce, keberadaan ikon dan indeks ditentukan oleh hubungan
referen-referennya, semantara simbol ditentukan oleh posisinya di dalam sistem
yang arbitrer dan konvensional. (Van Zoest, dalam Dadan Rusmana, 2014) Peirce
menjelaskan bahwa tipe-tipe tanda, seperti ikon, indeks, dan simbol memiliki
nuansa-nuasa yang dapat dibedakan (Hawkes, 1978 Dalam Rusmana).
Pada
ikon terdapat kesamaan yang tinggi antara yang diajukan sebagai penanda dan
yang diterima oleh pembaca sebagai hasil petandanya. Sebuah tanda bersifat
ikonik apabila terdapat kemiripan (resemblance) antara tanda dan hal yang
diwakilinya. Dalam indeks, terdapat hubungan antara tanda sebagai penanda dan
petanda yang yang memiliki hubungan eksistensial atau memiliki sifat-sifat
konkret, aktual, sekuensial, kausal, dan selalu mengisyaratkan sesuatu. Simbol
menampilkan hubungan antara penanda dan petanda dalam sifat yang arbitrer.
Penafsir dituntut untuk menemukan hubungan penandaan secara kreatif dan
dinamis. Tanda yang berubah menjadi simbolakan dibubuhi sifat-sifat kultural,
situasional, dan kondisional (Rusmana, 2014).
Pada penelitian kali ini saya akan
menggunakan objek sebagai tanda atas makna yang terdapat pada rambu dan lampu
lalu lintas. Berikut akan ditampilkan beberapa gambar yang akan saya gunakan
dalam menganalisis makna semiotik dan akan mengklasifikasikan tanda itu sesuai
dengan teori semiotik C.S. Peirce.
Gambar Pertama Gambar Kedua
Tanda
pada gambar pertama merujuk kepada lampu lalu lintas yang berwarna merah
sedangkan tanda pada gambar kedua merujuk pada gambar huruf ‘S’ yang dicoret
sebelah dengan cat merah. Menurut saya, jika ditinjau dari kajian semiotik
menurut C.S. Peirce, kedua gambar tersebut masuk ke dalam klasifikasi simbol. Mengapa
simbol? Karena kedua gambar itu berupa tanda yang maknanya telah disepakati
secara konvensional atau secara kesepakatan umum. Bagi saya, kedua gambar ini
tidak cocok diklasifikasikan ke dalam ikon atau indeks karena unsur-unsur ikon
dan indeks hanya akan tampak apabila ditinjau dari satu sisi baik warnanya atau
hurufnya saja. Namun dalam analisisnya saya menganalisis tanda itu secara
keseluruhan, maksudnya tidak hanya ditinjau dari satu sisi melainkan semua
unsur yang membentuk satu tanda itu sebagai makna yang absolut. Secara
denotatif, gambar pertama bermakna tiang yang memancarkan lampu yang berwarna
merah, tetapi dalam makna konotatif, arti lampu merah dalam konteks tersebut
bermakna berhenti yang dimaksudkan untuk memberi kesempatan pengguna jalan dari
arah lain untuk berlalu. Sedangkan pada gambar kedua, secara denotatif berarti
sebuah tiang yang menyangga huruf ‘S’ tetapi huruf ‘S’ itu dicoret sebelah
dengan cat merah, secara konotatif arti dari huruf ‘S’ yang dicoret sebelah
dengan cat berwarna merah merupakan suatu larangan untuk berhenti di jalan. Hal
itu dimaksudkan agar tidak mengganggu perjalanan pengemudi lain.
Daftar Pustaka
MAKNA POSTER DI TANAH KAMI NYAWA TAK SEMAHAL TAMBANG
(ANALISIS SEMIOTIKA CHARLES SANDERS PEIRCE PADA POSTER KASUS PEMBUNUHAN SALIM
KANCIL),
Vivi Ramalia, Dr. Dewi K. Soedarsoni, M.Si, Diah Agung Esfandari, B. A. M.Si
Prodi S1 Ilmu Komunikasi, Fakultas Komunikasi dan Bisnis, Universitas Telkom. e-Proceeding
of Management : Vol.3, No.3 December 2016
Komentar
Posting Komentar