Fenomena Film Matilda dengan Relevansinya Pada Masa Kini



Fenomena Film Matilda dengan Relevansinya Pada Masa Kini
oleh: A'lya Agustin


Matildaposter.jpg
Matilda (1996)



Film Matilda (1996) merupakan film anak bergenre fantasi-komedi. Film ini diangkat ke layar lebar oleh Danny DeVito dari novel berjudul yang sama karangan Roald Dahl yang diterbitkan pertama kali di London pada tahun 1988. Di antara novel dan filmnya, Matilda memiliki sedikit perbedaan di bagian akhir. Namun inti dari penceritaannya tetap sama, yaitu tentang seorang anak perempuan yang selalu ditinggalkan sendirian di rumah sejak masih sangat kecil. Anak perempuan tersebut bernama Matilda.

Matilda ditinggalkan ayahnya bekerja, ibunya main bingo, dan kakaknya sekolah. Sejak kecil, Matilda sudah terlihat berbeda dari orang tua dan kakaknya. Pada usia balita, Matilda sudah dapat membuat pancake sendiri untuknya sarapan dan membuang sup kalengan yang ditinggalkan ibunya di atas kompor. Pada usia empat tahun setelah bosan ditinggalkan terus-menerus, Matilda mencari rute berjalan kaki ke perpustakaan terdekat dan mulai pergi ke sana setiap harinya dan membaca hingga menjelang sore hari. Hanya beberapa waktu setelahnya Matilda sudah membaca semua buku di bagian anak-anak dan mulai beralih ke buku-buku yang lebih berat, seperti The Secret Garden novel oleh Frances Hodgson Burnett, Great Expectations, Nicholas Nickleby, dan Oliver Twist novel oleh Charles Dickens, Jane Eyre novel oleh Charlotte Brontë, Pride and Prejudice novel oleh Jane Austen, Tess of the d'Urbervilles novel oleh Thomas Hardy, Kim novel oleh Rudyard Kipling, The Invisible Man novel oleh Ralph Ellison, The Old Man and the Sea novel oleh Ernest Hemingway, The Sound and the Fury novel oleh William Faulkner, The Grapes of Wrath dan The Red Pony oleh John Steinbeck, The Good Companions novel oleh J.B. Priestley, Brighton Rock novel oleh Graham Greene, Animal Farm novella oleh George Orwell, Moby Dick novel oleh Herman Merville, Ivanhoe novel oleh Sir Walter Scott, dan Peter and Wendy oleh James Matthew Barrie. Karena penjaga perpustakaan kasihan melihatnya duduk membaca sendirian, Matilda lalu diperbolehkan meminjam beberapa buku sekaligus untuk dibawa pulang agar ia tidak perlu ke perpustakaan setiap harinya. 


Karena kebiasaannya membaca sejak dini, Matilda mempunyai kemampuan telekinesis. Telekinesis adalah kemampuan seseorang untuk menggerakkan suatu objek tertentu dengan menggunakan kekuatan pikiran. Selain telekinesis, Matilda juga menjadi sangat pintar melebihi anak-anak seusianya. 


Pada masa sekarang ini, sudah sangat jarang ditemui anak-anak yang menyukai buku. Anak-anak masa kini lebih menyukai smartphone. Mereka cenderung menyukai bermain game di smartphone-nya selama berjam-jam dibandingkan dengan membaca buku atau belajar. Berbeda dengan Matilda yang dengan kesadarannya sendiri untuk membaca buku, anak-anak pada masa kini akan lebih memilih untuk menonton televisi atau bermain smartphone untuk mengisi waktu luang. Padahal, layar smartphone atau televisi tidak baik untuk kesehatan mata kita jika terkena paparan layarnya terlalu lama dan terlalu dekat. Seperti pada kasus yang menimpa seorang wanita di China yang menjadi buta karena bermain game di smartphone-nya selama berjam-jam tanpa henti. Dilansir dari Liputan 6 Health pada tautan berikut: http://health.liputan6.com/read/3118805/main-game-seharian-gadis-ini-jadi-buta , wanita tersebut bahkan rela tidak makan dan tidur agar permainannya tidak terganggu. Jika seorang wanita muda pun tidak dapat menggunakan smartphone dengan penuh tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, bagaimana nasib anak-anak Indonesia yang bahkan sejak balita sudah diracuni smartphone secara tidak sadar oleh orang tua mereka?


Sebagai orang tua, sangatlah penting untuk menjaga kesehatan dan keselamatan buah hatinya. Namun banyak orang tua yang tidak sadar akan pengaruh buruk smartphone dan memperkenalkan barang tersebut pada anak-anaknya yang masih berusia balita. Contoh kecilnya ialah ketika orang tua menghibur anaknya dengan video atau audio yang terdapat di Youtube. Jika dilakukan secara terus menerus, maka anak akan menganggap bahwa smartphone tersebut adalah sumber kesenangannya yang selalu dapat memberikan hiburan. Dan ketika mereka semakin bertumbuh besar, hal yang mereka inginkan hanyalah smartphone, karena sejak kecil secara tidak sadar orang tuanya sudah menanamkan bahwa kita dapat melakukan dan mendapatkan apa saja dengan smartphone.


Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tokoh Matilda, seorang anak yang suka membaca buku, dalam film Matilda telah sepenuhnya menjadi tokoh fiksi yang tidak dapat ditemukan di dunia nyata. Karena anak-anak di dunia nyata pada masa kini sudah lebih menggemari bermain smartphone dibandingkan dengan membaca banyak buku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEMIOTIKA MAKNA PADA LIRIK LAGU MANUSIA KUAT – TULUS

Ikon, Indeks, dan Simbol Dalam Lambang Centang: Kajian Semiotika

DESKRIPSI WARNA PADA IKON LAYANAN ON-DEMAND GO-RIDE, GO-CAR, GO-FOOD PADA APLIKASI GO-JEK