Representasi People Zaman Now Dibalik Kemasan Indomie dengan Sebuah Dekontruksi Makna Dalam Novel Candide Karya Voltaire
Nur
Alva Amadea
Sastra
Indonesia UNJ
Teks merupakan hal yang sangat dasar dalam kehidupan
manusia saat ini. Menurut Luxemburg, teks merupakan ungkapan bahasa yang
menurut isi, sintaksis, dan pragmatik, merupakan satu kesatuan (Luxemburg dkk,
1989:86). Menurut Baried (1985:56), teks
artinya kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang abstrak
hanya dapat dibayangkan saja. Teks terdiri
atas isi, yaitu ide-ide atau amanat yang hendak disampaikan
pengarang kepada pembaca. Dan bentuk, yaitu cerita
dalam teks yang dapat dibaca dan
dipelajari menurut berbagai pendekatan melalui alur, perwatakan, gaya
bahasa, dan sebagainya. Teks kemudian menjelaskan bagaimanakah sebuah proses
dialektis antara manusia dengan dunia, ataupun manusia dengan manusia lainnya
terlaksana, catatan sejarah menjadi coretan yang kemudian mempelajari bagaimana
kebutuhan manusia dapat “terpenuhi” melalui sebuah faktor produksi.
Salah satunya adalah karya sastra yang merupakan sebuah teks. Karya sastra merupakan manifestasi
dari kebudayaan manusia sehingga yang terlihat dalam sebuah gambaran kehidupan
masyarakat. Baik yang berkaitan dengan pola struktur, fungsi, maupun aktivitas
dan kondisi sosial budaya sebagai latar belakang kehidupan masyarakat pada saat
karya sastra itu diciptakan (Fananie, 2002: 193).
Karya sastra merupakan karya
imajinatif. Walaupun begitu karya sastra tidak diciptakan sepenuhnya dari imajinasi
pengarang. Biasanya Pengarang menggambarkan apa yang dia tangkap dari kehidupan
di sekitarnya (Budianta, 2002: 20). Karya sastra juga dapat dipandang sebagai
“perekam” kehidupan sosial masyarakat dalam kurun waktu tertentu. Hal ini dapat
diartikan bahwa sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial karena
sastra yang ditulis pada suatu kurun waktu tertentu dan merekam peristiwa zaman
itu (Luxemburg, 1989: 23). Maka dari itu, terkadang karya sastra dianggap
sebagai dokumen sosial.
Ketika karya sastra dianggap sebagai
sebuah dokumen sosial maka karya sastra dianggap sebagai jalan keempat menuju
kebenaran. Melalui karya sastra sebuah fragmen kehidupan akan lebih mudah
dipahami dari pada sebuah tulisan penelitian apapun, baik segi sosial, politik,
dan sebagainya (Teeuw, 2003: 194).
Novel merupakan salah satu bentuk
dari sebuah karya sastra. Cerita fiksi dalam bentuk tulisan atau kata-kata dan
mempunyai unsur instrinsik dan ekstrinsik. Sebuah novel biasanya menceritakan
tentang kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya.
Dalam sebuah novel, si pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk
mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran realita kehidupan melalui cerita
yang terkandung dalam novel tersebut.
Dalam novel Candide karya Voltaire
bercerita tentang seorang pemuda yang bernama Candide yang
dalam seluruh rentang kehidupannya mengalami berbagai kehilangan dan
kemalangan. Pemuda itu memiliki seorang guru filsafat bernama Pangloss yang
menganut doktrin optimism kehidupan. Ajarannya yang senantiasa diulang-ulang
dan ditekankan kepada Candide adalah bahwa “segala sesuatu berada dalam
keadaan terbaik untuk dunia fisik maupun moral, dan bahwa semuanya memang harus
seperti apa adanya.” Ajaran positif inilah yang kemudian menguasai dan
menyetir jiwa Candide. Maka, ia tetap berpikir positif ketika ia akhirnya
diusir dari kastil karena jatuh cinta kepada Cunegonde yang merupakan nona
majikannya. Begitulah yang sudah seharusnya, pikir Candide.
Candide sendiri memiliki arti naif, lugu, sederhana,
murni. Pengarang menyindir orang Jerman yang dianggapnya lugu, kaku, dan jujur,
namun peka akan ketidak adilan yang terjadi dalam masyarakat yang penuh dosa
dan kecurangan[1].
Dalam novel ini dapat dilihat kehidupan orang eropa pada abad ke 18. Perjalanan
Candide sebagai seorang pemuda yang percaya akan ajaran gurunya tentang
positivism mempercayai bahwa hidup akan selalu baik.
Dalam novel ini dapat dilihat sebuah dekontruksi makna
pada judul novel yang juga merupakan nama tokoh utama yaitu ‘Candide’. Tanpa
sadar makna nama terdebutmerupakan sebuah sindiran yang dilakukan penulis
terhadap doktrin filsafat positivism pada masa itu. Dilihat dari seluk beluk
cerita dimana penulis menggambarkan secara detail kondisi politik pada masa itu
dengan sangat jelas, membuat pembaca berpikir penulis sangat memahami kondisi
saat itu.
Ada bagian dimana Nona Cunegonde ditawan dan dijadikan
istri oleh gubernur setempat, dan pemuda itu tanpa sengaja telah membunuh Kakak
nona Cunegonde yang ternyata juga masih hidup. Bingung dengan hidup yang seolah
senantiasa mempermainkan dan menguji doktrin postivism kehidupan yang dianut
Candide. Candide merasa bingung dengan segala hal yang terjadi. Tanpa sadar
penulis merepresentasikan keadaan sosial masyarakat eropa dengan kata ‘Candide’
yang dalam novel ini tidak mengandung arti sebenarnya. Sindiran-sindiran
Voltaire terhadap beberapa kaum di eropa tidaklah terlihat tetapi saangat
disadari. Begitulah sebuah dekontruksi dalam teks novel Candide karya Voltaire
yang menyindir keadaan sosial masyarakat eropa pada masa itu.
Menurut Jacques Derrida, teori dekonstruksi mencakup ajaran bahwa makna bukanlah
tugas kritikus sastra untuk menerangi makna dalam teks tertentu. Derrida
memulai dengan tanda-tanda Signifikansi dan Signifikansi Saussure. Istilah
Prancis "différer" yang digunakan dalam dekonstruksi dekrit mengacu
pada penanda yang berarti yang berarti penanda. Yang ditandai memiliki jejak
penanda, tapi juga sebaliknya. Menurut praktik dekonstruksi, karya kritikus sastra
adalah mencari "selip" dalam teks - untuk mencatat duplikasi, atau
untuk mengekspos bagaimana sebuah teks telah melanggar peraturan linguistik dan
tematik yang telah ditetapkannya secara internal. Memanggil perhatian pada
pemecahan logika internal sebuah teks sastra mencapai dekonstruksinya.
Dekonstruksi sendiri dapat didekonstruksi, bagaimanapun, dan prosesnya terus
berlanjut tanpa batas waktu.
Dalam novel Voltaire pembaca dapat melihat sebuah
dekontruksi makna keadaan sosial masyarakat di eropa pada abad ke 18. Bagaimana
dengan masyarakat zaman sekarang? Sebuah teori dekontruksi tidak hanya harus
dipautkan dengan suatu karya atau gejala-gejala yang besar sehingga bisa
dijadikan acuan. Sebuah gejala yang sangat remeh-temeh pun tak bisa dihindari
kekuatannya untuk memicu pemikiran-pemikiran baru.
Seperti pada kemasan makanan yang sangat dicintai
masyarakat di Indonesia maupun luar negeri. Indomie (Mie Goreng). Keadaan
masyarakat dapat di representasikan dengan teks yang ada pada kemasan makanan
ini. Seperti yang dituliskan dalam kemasan ini “Mie Goreng” semua orang
tahu dan tanpa sadar sudah melekat pada pikiran bahwa bagaimanapun juga itu
adalah Mie Goreng. Tapi tahukah sebuah teori dekontruksi makna menurut pakar
besar filsafat Jacques Derrida dapat membentuk sebuah pernyataan baru dari
kemasan Indomie (Mie Goreng) ini. Dalam kasus ini makna teks “Mie Goreng” adalah
mie yang diproses dengan cara digoreng. Tanpa disadari banyak yang tidak tahu
bahwa teks Mie Goreng bukan menjelaskan mie yang di goreng. Kebanyakan dari
kita tidak sadar akan hal ini. Bahwa sesungguhnya teks yang selama ini kita
baca “Mie Goreng” telah melanggar peraturan linguistik. Kebanyakan dari kita
tidak sadar bahwa proses yang terjadi sebenarnya tidaklah sesuai dengan makna
teks tersebut. Mie Goreng yang selama ini kita tahu sebenarnya mengalami proses
direbus bukan digoreng. Mie goreng yang direbus, begitulah yang dapat
diketahui. Hal tersebut juga erat dikaitkan dengan kehidupan masyarakat
sekarang. Sebuah teks bisa mengubah sebuah pemikiran, begitu pula dengan
butanya masyarakat yang tidak tahu bahwa Mie Goreng adalah mie yang direbus.
Masyarakat hanya tahu label yang sudah ditetapkan tanpa peduli proses
dibaliknya. Hal tersebut bisa dikaitkan
dengan fenomena People Zaman Now, dimana masyarakat lebih mementingkan
sebuah hasil daripada proses. Banyak dari kita yang menyepelekan sebuah proses.
Orang hanya mau menilai sesuatu dari hasilnya saja.
Dari kedua teks tersebut sebuah dekontruksi makna
dapat mempengaruhi kehidupan sosial sebuah kalangan masyarakat. Meskipun dengan
latar belakang Negara yang berbeda, sebuah dekonstruksi makna bisa terjadi pada
sebuah karya sastra besar ataupun hal-hal sepele seperti kemasan makanan. Keadaan
masyarakat di eropa pada masa abad ke 18 merupakan representasi teks novel
Candide karya Voltaire sedangkan Mie goreng merupakan representasi keadaan
masyarakat era sekarang. Keduanya merupakan pemikiran yang muncul oleh teori
dekontruksi makna.
Komentar
Posting Komentar