Makna Zebra Cross Bagi Pejalan Kaki
Makna Zebra Cross Bagi Pejalan Kaki
Oleh: A’lya Agustin
Surel: alyaagstn@gmail.com
Manusia
sebagai makhluk sosial dituntut untuk berinteraksi dengan sesamanya. Interaksi
ini dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, antara individu dengan individu,
individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Di era globalisasi saat
ini, interaksi antar individu maupun antar kelompok sudah sangat mudah. Kita
sudah tidak perlu lagi bertemu tatap muka secara langsung dengan lawan bicara
untuk berkomunikasi. Dengan pelbagai social
media atau pun social messenger yang
memiliki fitur facetime atau juga video call, kita dapat bertatap muka
dengan lawan bicara tanpa harus bertemu. Namun bukan berarti pertemuan secara
langsung sudah tidak dilakukan lagi pada zaman sekarang. Masih banyak ditemukan
muda-mudi yang berkumpul dan berbincang di café-café dan restoran yang memiliki
tema kekinian hingga vintage.
Mobilitas
generasi sekarang pun sudah sangat cepat. Dengan pelbagai pilihan transportasi
yang bermacam-macam, mulai dari Bus Transjakarta hingga Ojek Online, kita dapat
bepergian dengan lebih mudah. Sehingga semakin sedikit orang yang memilih untuk
berjalan kaki meskipun tempat yang ingin dituju cukup dekat. Padahal fasilitas
untuk pejalan kaki seperti trotoar, zebracross,
juga jembatan penyeberangan terus
diperbaiki dan diperbaharui oleh pemerintah agar penggunanya bertambah.
Pejalan
kaki, seperti halnya pengguna jalan yang lain, telah diatur di dalam
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan. Pada pasal 1 ayat (26) tertulis pengertian dari pejalan kaki, yaitu pejalan kaki adalah setiap orang yang
berjalan di ruang lalu lintas jalan. Pejalan kaki memiliki hak dan kewajiban
yang diatur dalam pasal 131 dan 132. Isi pasal 131 dan pasal 132 adalah sebagai
berikut.
n Pasal 131
(1) Pejalan Kaki berhak atas ketersediaan fasilitas
pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan,
dan fasilitas lain.
(2) Pejalan Kaki berhak mendapatkan prioritas pada saat
menyeberang Jalan di tempat penyeberangan.
(3) Dalam hal belum tersedia
fasilitas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pejalan Kaki berhak
menyeberang di tempat yang dipilih dengan
memperhatikan keselamatan dirinya.
n Pasal 132
(1) Pejalan Kaki wajib:
a. menggunakan bagian
Jalan yang diperuntukkan bagi
Pejalan
Kaki atau Jalan yang paling tepi; atau
b. menyeberang di
tempat yang telah ditentukan.
(2) Dalam hal tidak terdapat tempat penyeberangan yang
ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
Pejalan Kaki wajib memperhatikan Keselamatan dan
Kelancaran Lalu Lintas.
(3) Pejalan Kaki penyandang cacat harus mengenakan tanda
khusus yang jelas dan mudah dikenali Pengguna Jalan lain.
Pada pasal 131,
dijelaskan bahwa pejalan kaki berhak atas kesediaan fasilitas seperti trotoar,
tempat penyeberangan, dan fasilitas lain berupa lampu bertanda bagi penyeberang
jalan. Yang dimaksud dengan tempat penyeberangan dapat berupa zebra cross, jembatan, atau terowongan. Jika
belum terdapat tempat penyeberangan, maka pejalan kaki berhak menyeberang
di tempat yang dipilih dengan
memperhatikan keselamatan dirinya. Pejalan kaki juga berhak mendapat prioritas
pada saat menyeberang jalan di tempat penyeberangan. Kemudian pada pasal 132,
dijelaskan bahwa kewajiban pejalan kaki adalah menggunakan bagian jalan paling
tepi, menyeberang di tempat yang telah ditentukan dengan memperhatikan
keselamatan diri dan kelancaran lalu lintas. Pejalan kaki disabilitas juga
diwajibkan untuk mengenakan tanda khusus agar mudah dikenali oleh pengguna
jalan yang lain.
Zebra
cross merupakan salah satu fasilitas penting bagi pejalan kaki. Zebra cross atau lebih lengkapnya Zebra Crossing diperuntukan bagi pejalan
kaki yang akan menyeberang jalan. Ditandai dengan garis memanjang sejajar dengan arus lalu
lintas, zebra cross memiliki warna
gelap dan cerah yaitu putih dan hitam seperti zebra, hal inilah yang membuat
garis-garis memanjang ini disebut zebra crossing.
Warna hitam dan putih ini diaplikasikan dengan cara dicat di jalan. Namun
karena jalan itu sendiri biasanya sudah beraspal hitam, maka hanya cat putih
yang diaplikasikan membentuk garis-garis memanjang selebar 30cm hingga 60cm
dengan celah di setiap garisnya. Biasanya zebra
cross merupakan tanda dari persimpangan jalan. Tetapi ada juga zebra cross yang letaknya tidak di
persimpangan.
Sejarah zebra cross dimulai di Slough, Berkshire, Inggris pada tahun 1948. Meskipun asal-usul aslinya diperdebatkan, hal ini umumnya dikaitkan dengan Anggota Parlemen Inggris James Callaghan yang mengunjungi laboratorium penelitian transportasi Inggris. Laboratorium tersebut tengah mengerjakan suatu ide untuk penyeberangan para pejalan kaki yang lebih aman, karena di kota tersebut sering terjadi kecelakaan yang melibatkan pejalan kaki yang sedang menyeberang. James Callaghan kemudian diperlihatkan desain berwarna hitam dan putih, dikatakan bahwa hal itu mengingatkan James Callaghan kepada zebra. Persimpangan di Inggris awalnya ditandai dengan suar dan sederetan paralel kancing. Setelah percobaan tertutup, zebra cross akhirnya digunakan pada 1.000 situs di Inggris pada tahun 1949 dalam bentuk balok strip berwarna biru dan kuning. Kemudian pada tahun 1951 zebra cross diperkenalkan di dalam hukum. Dan pada tahun 1971, Green Cross Code diperkenalkan untuk mengajarkan anak-anak kebiasaan menyeberang yang lebih aman, menggantikan kerb drill atau "latihan trotoar" sebelumnya.
Di Indonesia, zebra cross dipercaya hadir melalui dampak global album Abbey Road oleh band legendaris The Beatles yang rilis pada September 1969. Pada cover album tersebut terlihat empat orang personil band legendaris itu sedang berjalan melintasi zebra cross. Seperti juga negara-negara lainnya yang mulai menggunakan zebra cross. Padahal awalnya zebra cross hanya terdapat di Inggris dan beberapa negara saja. Tetapi hal ini belum dibuktikan kebenaranya.
Pada masa sekarang, penggunaan dan pengadaan zebra cross masih belum maksimal. Contohnya saja zebra cross yang terletak di persimpangan. Ketika lampu menunjukan warna merah yang artinya berhenti, para pengemudi kendaraan bermotor (khususnya kendaraan roda dua) berhenti tidak di belakang garis, melainkan di zebra cross. Hal ini membuat pejalan kaki yang ingin menyeberang jalan agak kesulitan melangkah karena terhalang oleh motor dan kemudian memutuskan untuk menyeberang tidak pada zebra cross. Contoh selanjutnya ialah terdapat jalan yang belum memiliki zebra cross maupun jembatan penyeberangan. Hal ini cukup membuat pejalan kaki kesulitan apalagi jika jalanan tersebut terhitung ramai kendaraan. Meskipun bukan jalan utama, seharusnya tetap terdapat zebra cross agar pengguna jalan lebih merasa aman ketika menyeberang. Kemudian terdapat juga jembatan penyeberangan yang sudah kurang layak dan belum juga diperbaiki. Jembatan penyeberangan ini biasanya digunakan untuk menyeberangi jalan dua arah yang cukup ramai seperti jalan protokol. Masih terdapat jembatan yang terbuat dari coran semen dengan permukaan yang sudah tidak rata. Hal ini cukup berbahaya mengingat pengguna yang mungkin dapat tersandung dan terjatuh.
Selain potret negatif, terdapat juga potret positif dari zebra cross di Indonesia. Potret
positifnya adalah sudah terdapat beberapa lampu bertanda pejalan kaki untuk
menyeberang di beberapa titik di Jakarta. Salah satunya adalah yang terdapat di
depan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dan di depan pintu parkiran bus
Monas. Lampu bertanda pejalan kaki untuk menyeberang ini sebelumnya juga sudah
diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 22 tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 131 ayat (1). Pasal tersebut berbunyi, Pejalan
Kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan,
dan fasilitas lain. Lampu bertanda pejalan kaki tersebut masuk ke kategori
fasilitas lain. Penggunaan lampu ini cukup mudah, hanya dengan menekan tombol
yang telah disediakan kemudian lampu hijau untuk pejalan kaki akan menyala,
sedangkan lampu akan berubah menjadi warna merah untuk kendaraan bermotor yang
sedang melaju. Lama lampu hijau untuk pejalan kaki biasanya hanya 20 detik
saja.
Zebra
cross cukup menarik perhatian penulis karena garis-garis hitam dan putih
tersebut dipatuhi oleh pengemudi kendaraan bermotor yang paling dominan dalam
menggunakan jalan. Karena manusia sebagai homo
culturalis yang selalu ingin memahami makna dari apa yang diketemukannya
(Danesi dan Perron, 1999: 39-40), maka penulis akan mencoba menganalisis makna
dari Zebra cross dengan menggunakan
pendekatan semiotika Ferdinand de Saussure.
Semiotik adalah ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia.
Artinya, semua yang hadir dalam kehidupan manusia dilihat sebagai tanda, yakni
sesuatu yang harus kita beri makna (Hoed, 2011: 3). Tokoh pencetus semiotik adalah
Ferdinand de Saussure. De Saussure melihat tanda sebagai pertemuan antara
bentuk (yang tercitra dari kognisi seseorang) dan makna (atau isi, yakni yang
dipahami oleh manusia sebagai pemakai tanda). De Saussure menggunakan istilah signifiant (penanda) untuk segi bentuk
suatu tanda, dan signifié (petanda) untuk segi maknanya.
Dengan demikian de Saussure melihat tanda sebagai sesuatu yang menstruktur (proses
pemaknaan berupa kaitan antara penanda dan petanda) dan terstruktur (hasil
proses tersebut) di dalam kognisi manusia. Dalam teori de Saussure, signifiant bukanlah bunyi bahasa secara
konkret, tetapi merupakan citra tentang bunyi bahasa (image acoustique). Dengan demikian apa yang ada di dalam kehidupan
kita dilihat sebagai “bentuk” yang mempunyai “makna” tertentu. Masih dalam
pengertian de Saussure, hubungan antara bentuk dan makna tidak bersifat pribadi,
tetapi sosial, yakni didasari oleh “kesepakatan” (konvensi) sosial. Meskipun di
dalam kuliah-kuliahnya di Universitas Jenewa dahulu de Saussure lebih
menekankan uraian pada “ilmu” yang mengkaji bahasa secara mandiri, yang disebutnya
linguistique, ia tetap mengemukakan
bahwa bahasa adalah tanda-tanda. Karena sifatnya yang mengaitkan dua segi, penanda
dan petanda, teori tanda de Saussure disebut dikotomis atau diadik.
Berdasarkan teori de Saussure yang
menyatakan bahwa semua yang hadir di dalam kehidupan manusia dilihat sebagai
tanda, berarti
zebra cross juga merupakan tanda dan harus diberi makna. Zebra cross sebagai tanda juga merupakan pertemuan antar bentuk dan makna.
zebra cross juga merupakan tanda dan harus diberi makna. Zebra cross sebagai tanda juga merupakan pertemuan antar bentuk dan makna.
Menurut ilustrasi di smping, terlihat dua
orang yang sedang melintasi zebra cross.
Pada gambar terdapat penanda (signifiant)
berupa garis-garis putih yang diselingi dengan warna hitam dari aspal.
Petandanya (signifie) ialah kedua
orang terdebut ingin pergi ke seberang jalan dan memanfaatkan garis-garis putih
di aspal hitam tersebut sebagai “zona aman” untuk sampai ke seberang jalan. Penanda
selanjutnya ialah garis putih yang melintang di depan kendaraan yang sedang
berhenti. Dan petandanya ialah garis tersebut merupaka batas henti kendaraan
bermotor untuk memberi ruang bagi para penyeberang jalan. Garis putih melintang
dan garis-garis berjajar yang memiliki celah ini dipatuhi para pengguna jalan.
Hal ini dikarenakan para pengguna jalan mulai dari pejalan kaki, pesepeda,
hingga pengendara sudah diatur di dalam peraturan perundang-undangan. Pada
kasus ini tanda yang dianalisis ialah zebra
cross. Telah terbukti di dalam gambar bahwa zebra cross yang hanya berupa garis-garis berjajar yang memiliki
celah ini dipatuhi tidak hanya oleh penyeberang jalan, tetapi juga pengendara
bermotor. Hal ini dikarenakan jika pengguna jalan melanggar ketentuan
berkendara yang sudah ditetapkan di dalam undang-undang, maka akan dikenakan
sanksi. Sanksi-sanksi ini juga sudah diatur di dalam Undang-Undang Republik
Indonesia nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada pasal
284. Berikut merupakan isi dari undang-undang tersebut.
n Pasal
284
Setiap
orang yang mengemudikan Kendaraan
Bermotor
dengan
tidak mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki atau
pesepeda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2)
dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan
atau
denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu
rupiah).
Dengan demikian,
keselamatan pejalan kaki atau pesepeda yang menggunakan jalan terjamin, salah
satunya dengan adanya fasilitas berupa zebra
cross, jembatan penyebrangan, terowongan, atau fasilitas lain. Jika
pengendara bermotor melanggar peraturan dan menyebabkan keselamatan pejalan
kaki atau pesepeda terganggu maka pengendara tersebut akan dikenakan pasal 284.
Kesimpulannya adalah, meskipun zebra
cross hanya berupa garis-garis putih berjajar dengan celah namun
keberadaannya telah diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 22
tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Yang mengakibatkan jika
pengguna jalan melalaikan peraturan tersebut dan mengancam keselamatan pejalan
kaki, maka sanksi berupa pasal 284 akan diberikan.
Daftar Pustaka
https://en.wikipedia.org/wiki/Zebra_crossing
http://annisawally0208.blogspot.co.id/2016/06/tahukah-kamu-asal-usul-munculnya-zebra.html
Hoed, Benny H., 2011. Semiotik dan Dinamik Sosial Budaya. Jakarta: Komunitas Bambu
Komentar
Posting Komentar